MAKALAH
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
“PENGELOLAAN
KELAS”
Dosen
Pengampu : Dwi Agus Kurniawan,
S.Pd., M.Pd
KELOMPOK
7
1. Sri
Sukma Ajeng N (A1C317003)
2. M.
Fikri Oksaputra (A1C317053)
3. Bs.
Dita fitri (A1C317054)
4. Iren
Fannysah Naibaho (A1C317065)
PRODI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PNEDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah mengizinkan penulis untuk membuat sebuah makalah
Pengelolaan Pendidikan tentang PENGELOLAAN KELAS karena ridhanya lah penulis
dapat menerbitkan makalah ini.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan
terima kasih kepada Allah SWT dan dan dosen pengampu bapak Dwi Agus Kurniawan,
S.Pd.,M.Pd. dan orang-orang yang telah mendukung.
Dalam
penulisan makalah ini penulis mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang baru,
dan penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu masukan dan saran sangat penulis perlukan untuk makalah ini.
Penulis
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan
jadi pedoman bagi yang membacanya.
Wallahu a’lam bi
al-shawab
Jambi , November 2018
PENULIS
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................ ii
Daftar Gambar.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2
Tujuan............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori................................................................................................................. 3
2.1.1
Pengertian Pengelolaan Kelas..................................................................................... 3
2.1.2
Tujuan Pengelolaan Kelas........................................................................................... 7
2.1.3
Cara Pengelolaan Kelas.............................................................................................. 9
2.1.4
Peranan Guru Dalam Pengelolaan Kelas.................................................................... 18
2.1.5
Jenis-jenis Pengelolaan Kelas..................................................................................... 27
2.2 Kajian Kritis................................................................................................................ 32
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.................................................................................................................... 34
3.2
Saran.............................................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Gaya Auditorium .............................................................................................. 14
Gambar
2. Gaya Tatap Muka (Fase to Fase) ...................................................................... 14
Gambar
3. Gaya Off-set...................................................................................................... 14
Gambar
4. Gaya Seminar..................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sekolah
adalah tempat belajar bagi siswa, dan tugas guru adalah sebagian besar terjadi
dalam kelas adalah membelajarkan siswa dengan menyediakan kondisi belajar yang
optimal. Kondisi belajar yang optimal dicapai jika guru mampu mengatur siswa
dan sarana pengajaran serta mengendalikanya dalam situasi yang menyenangkan
untuk mencapai tujuan pelajaran.
Dalam
kelas segala aspek pembelajaran bertemu dan berproses, guru dengan segala
kemampuannya, murid dengan segala latar belakang dan potensinya, kurikulum
dengan segala komponennya, metode dengan segala pendekatannya, media dengan
segala perangkatnya, materi serta sumber pelajaran dengan segala pokok
bahasannya bertemu dan berinteraksi di dalam kelas. Oleh karena itu, selayaknya
kelas dimanajemeni secara baik dan professional.
Menurut
Nurdin dan Sibaweh (2015 : 237) kelas sebagai ruangan aktivitas belajar
mengajar, tentunya perlu sebuah kenyamanan dan keamanan di dalamnya, nyaman
terhadap gangguan yang bersifat fisik maupun nonfisik, kalau kita
memperlihatkan kenyamanan belajar akan menjadi nyata apabila di dalam kelas
terdapat rangsangan yang memacu siswa untuk belajar, tetapi sebenarnya siswa
terpacu dalam belajar bukan hanya dipengaruhi oleh rangsangan yang terdapat di
dalam kelas tetapi juga dipengaruhi oleh rangsangan yang terdapat di luar
kelas. Hanya saja terkadang tidak disadari bahwa kedua aspek tersebut saling
mempengaruhi.
Kegiatan
guru di dalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola kelas.
Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa mencapai tujuan
seperti menelaah kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran, menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa, menilai kemajuan
siswa adalah contoh-contoh kegiatan mengajar. Kegiatan mengelola kelas
bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan
mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan-efisien. Memberi ganjaran
dengan segera, mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan siswa,
mengembangkan aturan permainan dalam kegiatan kelompok adalah contoh-contoh
kegiatan mengelola kelas.
Pada
prinsipnya bahwa pengelolaan kelas berfungsi untuk bagaimana siswa mau belajar
dengan sungguh-sungguh. Dan dominasi yang paling nyata adalah bagaimana
penataan kelas itu sesuai dengan harapan warga belajar, ketika penataan itu
meyenangkan dan membuat siswa termotivasi untuk belajar maka disinilah penataan
itu perlu terus untuk dikembangkan.
1.2
Tujuan
a. Dapat
mengetahui pengertian pengelolaan kelas
b. Dapat
mengetahui tujuan pengelolaan kelas
c. Dapat
mengetahui cara pengelolaan kelas
d. Dapat
mengetahui peranan guru dalam pengelolaan kelas
e. Dapat
mengetahui jenis-jenis pengelolaan kelas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian
Pengelolaan Kelas
Kelas
dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam
pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang
pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima
pelajaran yang sama dari guru yang sama pula (Arikunto, 2014 : 3).
Pengelolaan
kelas lebih berfokus bagaimana siswa itu dapat terlibat sebagai pelaksana
kegiatan dan pelaku kegiatan yang dapat diberdayakan sedemikian rupa yang
memungkinkan dengan keterlibatan siswa dapat memberikan jalan kemudahan dan
peningkatan keilmuan yang dimiliki oleh siswa. Diharapkan dan mengembangkan
potensi yang dimilikinya dengan baik yang tentunya sesuai dengan bakat dan
minat siswa (Nurdin dan Sibaweh 2015 : 239).
Menurut
Amri (2014 : 183) dalam jurnal Azizah (2017 : 2), Pengelolaaan kelas adalah
kegiatan yang dilakukan guru yang ditunjukkan untuk menciptakan kondisi kelas
yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang optimal.
Menurut Djiwandono (2002) dalam jurnal
Cahyani (2012 : 6), Pengelolaan kelas adalah tingkah laku guru yang dapat
menghasilkan prestasi siswa yang tinggi karena keterlibatan siswa di kelas,
tingkah laku siswa yang tidak banyak mengganggu kegiatan guru dan siswa lain,
serta penggunaan waktu yang efisien.
Menurut Djamarah (2006) dalam jurnal
Aliyyah (2016 : 82), Pengelolaan kelas adalah masalah tingkah laku yang
kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan serta mempertahankan kondisi
kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran
secara efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar.
Pengelolaan kelas dalam bahasa Inggris
diistilahkan sebagai Classroom Management, itu berarti istilah
pengelolaan identik dengan manajemen. Pengertian pengelolaan atau manajemen
pada umumnya yaitu kegiatan-kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian. Definisi di atas
menunjukkan bahwa pengelolaan kelas merupakan seperangkat perilaku yang
kompleks dimana guru menggunakan untuk menata dan memelihara kondisi kelas yang
akan memampukan para siswa mencapai tujuan pembelajaran secara efisien.
Pengelolaan kelas dapat diartikan suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung
jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai
kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang
diharapkan (Sholikhudin,
2017 : 297).
Menurut Rohani (2003 : 123) dalam jurnal
Pangastuti (2017 : 39), Pengelolaan kelas merupakan kegiatan – kegiatan yang
mampu menciptakan dan mempertahankan kondisi optimal pada saat proses
pembelajaran dari gangguan yang datang untuk merusak kondisi kelas.
Menurut Jacobsen (2009 : 41) dalam
jurnal Isbadrianingtyas (2016 : 901), Kelas merupakan lingkungan yang digunakan
dalam proses pembelajaran. Untuk menciptakan lingkungan tersebut dibutuhkan
seorang pengelola. Guru sebagai pengelola dalam pembelajaran. Pengelolaan kelas
adalah cara guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang tertib.
Pengelolaan kelas merupakan
suatu usaha menyiapkan kondisi yang optimal agar proses atau kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung secara lancar. Dengan melihat konteks tersebut,
pengelolaan kelas dapat dipandang sebagai suatu usaha yang sangat penting dan
harus mendapat prioritas oleh seorang guru dalam berbagai macam aktivitas yang
berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan peserta didik (Prasetyaningsih, 2016 : 151-152).
According to Khalkhali (2010) in Esmaeili (2015 : 1), Classroom is a preliminary stage for
educational activities and it is a position for preparing people for living in
a changing world. Classroom is a place that some direct services are provided
for students so that they develop individually and socially and the requirement
for healthy and holistic society development can be provided.
Menurut Khalkhali (2010) dalam Esmaeili (2015 : 1), Kelas adalah tahap
awal untuk kegiatan pendidikan dan itu adalah posisi untuk mempersiapkan
orang-orang untuk hidup di dunia yang terus berubah. Kelas adalah tempat yang
beberapa layanan langsung disediakan untuk siswa sehingga mereka mengembangkan
secara individu dan sosial dan persyaratan untuk pengembangan masyarakat yang
sehat dan holistik dapat diberikan.
According to Brophy (2006) in Gion (2014
: 11), presents a similar definition:
“Classroom management refers to actions taken to create and maintain a learning
environment conducive to successful instruction (arranging the physical environment,
establishing rules and procedures, maintaining students' attention to lessons
and engagement in activities)”. Both definitions emphasize the
importance of actions taken by the teacher to facilitate learning among the
students.
Menurut Brophy (2006) dalam Gion (2014:11), menyajikan definisi serupa:
“Manajemen kelas mengacu pada tindakan
yang diambil untuk membuat dan memelihara lingkungan belajar yang kondusif
untuk instruksi yang sukses (mengatur fisik lingkungan, menetapkan aturan dan
prosedur, mempertahankan perhatian siswa terhadap pelajaran dan keterlibatan
dalam kegiatan)”. Kedua definisi menekankan pentingnya tindakan yang
diambil oleh guru untuk memfasilitasi pembelajaran di antara para siswa.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah dinyatakan pentingnya manajemen kelas. Manajemen kelas
adalah semua aktivitas guru di kelas yang dapat menciptakan dan mempertahankan
kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar. Manajemen kelas adalah
suatu usaha yang dilakukan penanggung jawab kegiatan belajar mengajar dengan
tujuan agar tercapai kondisi yang optimal serta kondusif, sehingga dapat
terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan dan mengendalikan jika
terjadi gangguan atau hambatan (Momongan,
2015 : 222).
According
to Ming-tak and Wai-Shing (2008 : 3) The
term “classroom management” has been defined in many different ways, depending
on which of its aspects on focuses on, the particular philosophical positions
held, and the operational approaches adopted. Some examples of different views
on classroom management are summarized below.
1.
It
is a dimension of effective teaching, and a process through which an effective
classroom environment is created (Good and Brophy, 1997).
2.
It
focuses on student behavior, especially discipline problems, and deals with
issues of low learning motivation and poor self-esteem (Campbell, 1999).
3.
It
refers broadly to all activities that teachers carry out in the classroom. It
aims to promote student involvement and cooperation (Sanford et., 1983, Cited
in Jones And Jones, 2001).
4.
It
emphasizes the educational value of promoting the growth of students. Its focus
is also on proactive and developmental classroom practices, rather than those
with negative features of control and punishment (McCaslin and Good, 1992).
Menurut
Ming-tak dan Wai-Shing (2008: 3) Istilah "manajemen kelas" telah
didefinisikan dalam berbagai cara, tergantung pada aspek-aspeknya yang berfokus
pada, posisi filosofis tertentu yang dimiliki, dan pendekatan operasional yang
diadopsi. Beberapa contoh pandangan yang berbeda tentang manajemen kelas
dirangkum di bawah ini.
1. Ini adalah dimensi
pengajaran yang efektif, dan proses di mana lingkungan kelas yang efektif
diciptakan (Good and Brophy, 1997).
2. Ini berfokus pada perilaku
siswa, terutama masalah disiplin, dan berhubungan dengan masalah motivasi
belajar rendah dan harga diri yang rendah (Campbell, 1999).
3. Ini secara luas
mengacu pada semua kegiatan yang dilakukan guru di kelas. Ini bertujuan untuk
mempromosikan keterlibatan dan kerja sama siswa (Sanford et., 1983, Dikutip
dalam Jones and Jones, 2001).
4. Ini menekankan nilai
pendidikan untuk mendorong pertumbuhan siswa. Fokusnya juga pada praktik ruang
kelas yang proaktif dan pengembangan, daripada mereka yang memiliki fitur
kontrol dan hukuman negatif (McCaslin dan Good, 1992).
2.1.2
Tujuan Pengelolaan Kelas
Menurut
Saifuddin (2018 : 73) tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung
dalam tujuan pendidikan. Secara umum tujuan dari pengelolaan kelas adalah
penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam
lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang
disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja untuk terciptanya suasana
sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual,
emosional dan sikap serta apresiasi siswa.
Menurut
Rukajat (2018) tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat
bekerja dengan baik sehingga segera tercapainya tujuan pengajaran secara
afektif dan efisien.
Menurut
Uno (2014 : 23) dalam jurnal Azizah dan Estiastuti (2017 : 2) menyatakan bahwa
tujuan pengelolaan kelas ada dua, yaitu tujaun umum dan tujuan khusus, tujuan
umumnya adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas bagi bermacam-macam
kegiatan belajar mengajar. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan
kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan
kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu
siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Menurut
Nurdin dan Sibaweh (2015 : 237) pada perinsipnya bahwa pengelolaan kelas
berfungsi untuk bagaimana siswa mau belajar bersungguh-sungguh. Dan dominasi
yang paling nyata adalah bagaimana kelas itu sesuai dengan harapan warga
belajar, ketika penataan itu menyenangkan dan membuat siswa termotivasi untuk
belajar maka disinilah penataan itu perlu terus untuk dikembangkan.
Menurut
Pranandri, dkk (2016 : 482) pelaksanaan pengelolaan kelas juga tidak lepas dari
peran serta siswa sebagai subjek yang ada dikelas. Menurut Djamarah (2006:184)
dalam jurnal Pranandri, dkk (2016 : 482) pengelolaan kelas terdiri dari atas
lingkungan fisik, kondisi sosial-emosional, dan kondisi organisasional.
Persepsi siswa sebagian besar dipengaruhi oleh factor kondisi sosio-emosional
didalam kelas itu sendiri. Kondisi sosiso-emosional yang dimaksudkan yaitu
suara guru selama berada di dalam kelas, sikap guru dalam mengadapi peserta
didik. Dari hasil observasi yang dilakukan, kondisi sosio-emosional sangat
berpengaruh terhadap persepsi siswa kepada guru di kelas. Siswa selalu melihat
sikap yang diberikan guru didalam kelas. Siswa selalu mendambakan sosok guru
yang baik dan memberikan pelayanan terbaik bagi siswa. Guru dianggap siswa
memiliki sosok seperti itu selama pembelajaran anak akan cenderung menurut dan
selalu perhatiaan dengan apa yang dilakukan guru. Guru tersebut dianggap
memiliki kemmampuan dalam hal pengelolaan yang baik bagi siswa. Hal tersebut
sesuai hal penelitian Ademulyono (2012) dalam jurnal Pranandri, dkk (2016 :
482) yang membuktikan bahwa keterampilan atau teknik manajemen kelas yang
efektif dilakukan oleh guru memiliki pengaruh yang kuat dan positif terhadap
prestasi siswa.
Acording
to Lakes and Smith (2002) in journal Rijal (2014 : 49) have recognized the significance of effective classroom management as
the first tool to improve learning effectiveness. These scholars have suggested
that classroom management should be considered as an integrated function of
characteristics development in teachers, behavioral management across the
school community, managing school environment for effective teaching-learning,
organizing and managing resources for effective learning, and designing
effective lessons for effective student learning whereby they could show up
their optimal participation and process engagement. Of course, classroom
management stands for managing effective teaching learning. These scholars have
claimed that effective classroom management has a noble reason of doing all of
the things that a teacher does to organize students, space, time and materials
so that instruction in content and student learning can take place by fostering
student involvement and cooperation in all classroom activities, and
establishing a productive working environment.
Menurut
Lakes dan Smith (2012) dalam jurnal Rijal (2014 : 49) pentingnya kelas yang
efektif manajemen sebagai alat pertama untuk meningkatkan pembelajaran
efektivitas. Para sarjana ini telah menyarankan bahwa manajemen kelas
seharusnya dianggap sebagai fungsi terintegrasi pengembangan karakteristik pada
guru, manajemen perilaku di sekolah komunitas, mengelola lingkungan sekolah
untuk pengajaran-pembelajaran yang efektif, pengorganisasian dan mengelola
sumber daya untuk pembelajaran yang efektif, dan merancang pelajaran yang
efektif untuk siswa yang efektif belajar dimana mereka dapat memunculkan mereka
partisipasi optimal dan keterlibatan proses. Tentu saja, manajemen kelas
berarti mengelola pembelajaran mengajar yang efektif. Para sarjana ini
mengklaim itu efektif manajemen kelas memiliki alasan yang mulia melakukan
semua hal yang dilakukan seorang guru mengatur siswa, ruang, waktu dan bahan
jadi instruksi dalam konten dan pembelajaran siswa dapat terjadi dengan
mendorong keterlibatan siswa dan kerja sama dalam semua aktivitas kelas, dan
membangun lingkungan kerja yang produktif.
2.1.3 Cara Pengelolaan
Kelas
According
to Delceva and Dizdarevik (2014) In order
to be efficient, a teacher has to bear in mind that the following phases are
essential to the teaching process:
1.
Planning
and preparing for the lesson;
2.
Duration
of the lesson itself, along with performance;
3.
Establishing
a positive climate in the classroom;
4.
Establishing
a working atmosphere and discipline;
5.
Evaluation
of progress and
6.
Evaluation
of one’s own work.
For all this to be
realized successfully, conditions should be met:
1.
The
teachers has to maintain a high level of attention in his students;
2.
He
should encourage them and motivate them during the entirety of the lesson;
3.
Activities
realized during the lesson should be in accordance with the type of studying we
are trying to achieve.
Menurut Delceva dan Dizdaverik (2014:53) Agar efisien, seorang guru memiliki untuk diingat bahwa fase berikut adalah penting untuk proses pengajaran:
1. Merencanakan dan mempersiapkan pelajaran;
2. Durasi pelajaran itu sendiri, bersama dengan kinerja;
3. Menetapkan iklim positif di kelas;
4. Membangun suasana kerja dan disiplin;
5. Evaluasi kemajuan dan
6. Evaluasi pekerjaan sendiri.
Agar semua ini berhasil direalisasikan, kondisi harus dipenuhi:
1. Para guru harus mempertahankan yang tinggi tingkat perhatian pada murid-muridnya;
2. Dia harus mendorong mereka dan memotivasi mereka selama keseluruhan pelajaran;
3. Aktivitas yang direalisasikan selama pelajaran harus sesuai dengan jenis belajar kami coba capai.
Menurut
Istihana (2015 : 274-275) dalam penyusunan rancangan prosedur pengelolaan
kelas. Adapun teknik-tekniknya sebagai berikut:
a.
Teknik mendekati. Bila seorang
siswa mulai bertingkah, satu teknik yang biasanya efektif yaitu teknik
mendekatinya.
b.
Teknik memberikan isyarat. Apabila
siswa berbuat penakalan kecil, guru dapat memberikan isyarat bahwa ia sedang
diawasi isyarat tersebut dapat berupa petikan jari, pandangan tajam, atau
lambaian tangan.
c.
Teknik mengadakan humor. Jika
insiden itu kecil, setidaknya guru memandang efek saja, dengan melihatnya
secara humoristis, guru akan dapat mempertahankan suasana baik, serta
memberikan peringatan kepada si pelanggar bahwa ia tahu tentang apa yang akan
terjadi.
d.
Teknik tidak mengacuhkan. Untuk
menerapkan cara ini guru harus lues dan tidak perlu menghukum setiap
pelanggaran yang diketahuinya. Dalam kasus-kasus tertentu, tidak mengacuhkan
kenakalan justru dapat membawa siswa untuk di perhatikan.
e.
Teknik menghimbau. Kadang-kadang
guru sering mengatakan, “harap tenang”. Ucapan tersebut adakalanya membawa
hasil siswa memperhatikannya. Tetapi apabila himbauan sering digunakan mereka
cenderung untuk tidak menggubrisnya.
Dalam pengelolaan kelas, guru juga bisa melakukan, pengorganisasian
kelas, melakukan kegiatan komunikasi, kegiatan monitoring dan seperti apa
ketika menyampaikan pembelajarannya.
a. Pengorganisasian kelas, antara lain:
1. Mengatur tempat duduk, sehingga memudahkan siswa memandang ataupun
berpindah.
2. Membuat jadwal harian dan mendiskusikannya.
3. Siswa diberi janji sampai guru memaparkan secara jelas kegiatan yang
akan dating.
4. Mendorong siswa untuk bertanggung jawab dalam belajar untuk tidak
mengerjakan tugas-tugas siswa lainnya.
5. Menetapkan kegiatan rutin untuk mengumpulkan pekerjaan rumah.
6. Melakukan kompetisi kelompok untung merangsang transisi yang lebih
banyak lagi.
Menurut
Nurdin dan Sibaweh (2015 : 240) kegiatan yang lebih terperinci yang perlu
dilaksanakan dalam manajemen kelas sebagai berikut:
1. Mengecek
kehadiran siswa. Siswa dilihat keberadaannya satu persatu terutama diarahkan
untuk melihat kesiapannya dalam mengikuti proses belajar mengajar, kesiapan
secara fisik terutama mental karena dengan perhatian awal akan memberikan
dorongan kepada mereka untuk dapat mengikuti kegiatan.
2. Mengumpulkan
hasil pekerjaan siswa, memeriksa dan menilai hasil pekerjaan tersebut.
Pekerjaan yang sudah hendaknya dengan cepat dikumpulkan dan diberikan komentar
singkat sehingga rasa penghargaan yang tinggi dapat membeikan motivasi atas
kerja yang sudah dilakukan.
3. Pendistribusian
bahan dan alat. Apabila ada alat dan bahan belajar yang harus didistribusikan
maka secara adil dan proporsional setiap siswa memperoleh kesempatan untuk
melakukan praktik atau menggunakan alat dan bahan dalam proses belajarnya.
4. Mengumpulkan
informasi dari siswa. Banyak informasi yang berguna bagi guru dan bagi siswa
itu sendiri yang dapat diperoleh dari siswa baik yang berupa informasi tentang
pribadi siswa maupun berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan siswa yang harus dan
sudah dikerjakan.
5. Mencatat
data. Data-data siswa baik secara perorangan maupun kelompok yang menyangkut
individu maupun pekerjaan sangat penting untuk dicatat karena dengan akan
mendukung guru dalam memberikan evaluasi akhir akhir terhadap pencapaian hasil
pekerjaan siswa.
6. Pemeliharaan
arsip. Arsip-arsip tentang kegiatan dalam kelas disimpan dan ditata dengan
rapih dan dipelihara sebagai tangung jawab bersama sehingga dapat memberikan
informasi baik guru maupun bagi siswa.
7. Menyampaikan
materi pelajaran. Tugas utama guru adalah memberikan informasi tentang bahan
belajar yang harus dilakukan siswa dengan teratur dan dapat menggunakan
berbagai media dan informasi yang ada dalam kelas.
8. Memberikan
tugas/PR. Penugasan adalah proses memberikan tanggung jawab kepada siswa untuk
melakukan kegiatan secara mandiri dan dapat mengevaluasi kemampuan secara
sendiri.
Menurut
Dantes (2014 : 115) manajemen kelas yang baik terarah kepada upaya pencegahan
munculnya perilaku bermasalah, dan penataan likungan fisik merupakan unsure
penting dalam manajemen kelas. Penataan kelas akan mempengaruhi keterlibatan
dan partisipasi peserta didik, dan penataan secara fisik harus sejalan dengan
tujuan pembelajaran. Wahana lingkungan fisik akan mempengaruhi perilaku peserta
didik secara langsung maupun melalui perilaku guru, atau melalui tugas-tugas
terstruktur yang diberikan guru kepada peserta didik.
Sebagai
contoh, ketika peserta didik diminta untuk curah gagasan untuk kerj mereka
lebih baik dalam posisi duduk berlingkar daripada dalam posisi berbanjar. Ini
menunjukkan bahwa dalam posisi melingkar para peserta didik lebih mudah
berinteraksi lebih mudah memantau interaksi mereka.
Pengelompokan
peserta didik kedalam kelompok kecil harus dilakukan dengan hati-hati. Apakah
kelompok akan dibuat secara homogin atau heterogin. Kelompok homogin adalah
kelompok yang terdiri atas peserta didik dengan kemampuan dan kebutuhan yang
relative sama, sedangkan kelompok heterogin adalah kelompok yang terdiri atas
peserta didik dengan kemampuan dan kebutuhan yang beragam. Kelompok homogen
akan lebih mudah diatur tapi sulit
memunculkan peran pengamnbil inisiatif di dalam kelompok. Kelompok heterogin memerlukan
keragaman perlakuan tetapi mungkin peran-peran pengambil inisiatif yang dapat
meningkatkan dinamika dan produktivitas kelompok.
Menurut
Marwiyah, dkk (2018 : 158-162) berikut beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam mendesain kelas lingkungan fisik kelas:
1. Menata
kelas seefektif mungkin sesuai kondisi area jangkauannya
Pada
tataran ini, terdapat empat bentuk prinsip dasar yang dapat digunakan ketika
hendak menata lingkungan secara efektif, yakni:
a. Kurangi
jangkauan peserta didik terhadap kepadatan ditempat lalu lalang.
b. Pastikan
bahwa anda dapat dengan mudah menjangkau peserta didik.
c. Materi
pengajaran dan perlengkapan belajar peserta didik harus mudah diakses
d. Pastikan
bahwa peserta didik dapat dengan mudah melihat semua kegiatan presentasi kelas.
2. Merancang
gaya penataan kelas secara variatif
Sekurang-kurangnya
ada lima bentuk jenis penataan kelas yang dapat dirasa efektif untuk diterapkan
disaat melaksanakan kegiatan proses pembelajaran di kelas.
a. Gaya
Auditorium
Gaya auditorium
merupakan gaya susunan kelas dimana semua peserta didik menghadap guru.
Gambar 1. Gaya Auditorium
b. Gaya
Tatap Muka (Fase to Fase)
Gaya tatap Muka (fase
to fase) merupakan gaya susunan kelas dimana peserta didik saling berhadapan.
Gambar
2. Gaya Tatap Muka (Fase to Fase)
c. Gaya
Off-set
Gaya off-set merupakan
gaya susunan kelas di mana sejumlah peserta didik biasanya terdiri dari 3 atau
4 orang yang ada di bangku, tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama
lain.
Gambar 3. Gaya Off-set
d. Gaya
Seminar
Gaya seminar merupakan
gaya susunan kelas di mana jumlah besar peserta didik (10 atau lebih) duduk
pada susunan penataan posisi belajar yang berbentuk lingkaran, bentuk “U model”
atau bentuk persegi. Untuk posisi guru pada tipe lingkaran, tipe “U model” dan
model persegi. Untuk posisi guru pada tipe lingkaran, tipe U model dan model
persegi dapat dikondisikan apakah berada ditengah-tengah barisan peserta didik,
diluar barisan ataukah berada diantara barisan peserta didik.
Gambar 4. Gaya Seminar
e. Gaya
Klaster
Gaya klaster merupakan
gaya susunan kelas dimana sejumlah peserta didik biasanya 4 (empat) sampai 8
(delapan) anak bekerja pada kelompok kecil. Tipe pengelompokan diskusi ini hamper sama dengan model tatap muka (fase
to fase) dan model off-set, hanya saja dalam pembentukannya tidak terlalu
ditekankan adannya batasan mengenai gaya/bentuk dan pemosisian tempat duduk
peserta didik.
3. Menetepakan
strategi pengelolaan kelas.
a. Menggunakan
gaya otoritatif
Strategi pengelolaan
kelas yang otoritatif akan mendorong peserta didik untuk menjadi pemikir yang
independent (mandiri) termasuk dalam bertindak.
Guru yang otoritatif dapat melibatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan
pembelajaran terlebih lagi dalam aktivitas yang membutuhkan kerja sama (give
and take), baik bersama guru dengan peserta didik ataukah peserta didik bersama
peseta didik lainnya.
b. Mengelola
aktifitas kelas secara efektif
Untuk mencapainya dapat
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Buat
semenarik mungkin sajian pembelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik
2. Sertakan
aturan kedisiplinan kelas yang harus ditaati.
3. Penegakan
aturan kedisiplinan kelas tidak berat sebelah dalam artian aturan kedisiplinan
kelas tidak semata-mata untuk peserta didik yang melainkan guru pun juga harus
turut menaatinya.
4. Menjaga
kelancaran dan kontinuitas kebajikan kelas serta materi pelajaran yang
disuguhkan
5. Libatkan
peserta didik dalam berbagai aktifitas yang menantang
c. Membuat,
mengajarkan dan mempertahankan aturan dan prosedur kegiatan pengelolaan atau
manajemen kelas sebab tanpa kehadiran hal demikian ini bisa jadi menimbulkan
kesalah pahaman yang berdampak pada timbuknya kekacauan dalam pembelajaran.
d. Berikan
imbalan/hadiah terhadap prilaku yang tepat.
1. Memilih
penguatan yang efektif
Anda bisa berkata
kepada peserta didik, “jika kamu telah selesai mengerjakan soal fisika ini,
kamu boleh istirahat atau bermain”
2. Gunakan
prompts (dorongan) secara efektif
Seperti memberi imbalan
sehingga ada dorongan untuk perbaikan perilaku yang dikehendaki guru terhadap
peserta didik.
3. Gunakan
hadiah untuk memberi informasi tentang penguasaan.
f. Menjadi
komunikator yang baik
According
to Dunbar (2014 : 5) Classroom
Management Strategies :
1.
Hold and
communicate high behavioral expectations.
2. Establish clear rules and procedures, and instruct students in how
to follow them; give primary-level children and those with low socioeconomic
status, in particular, a great deal of instruction, practice, and reminding.
3.
Make clear
to students the consequences of misbehavior.
4.
Enforce
classroom rules promptly, consistently, and equitably from the very first day
of school.
5.
Work to
instill a sense of self-discipline in students; devote time to teaching
selfmonitoring skills.
6.
Maintain a
brisk instructional pace and make smooth transitions between activities.
7.
Monitor
classroom activities; give students feedback and reinforcement regarding their
behavior.
8.
Create
opportunities for students (particularly those with behavioral problems) to experience
success in their learning and social behavior.
9.
Identify
students who seem to lack a sense of personal efficacy and work to help them
achieve an internal locus of control.
10. Make use of cooperative learning groups, as appropriate.
11. Make use of humor, when suitable, to stimulate student interest or
reduce classroom tensions.
12. Remove distracting
materials (athletic equipment, art materials, etc.) from view when instruction
is in progress.
Menurut Dunbar (2014: 5) Strategi
Manajemen Kelas:
1.
Pegang dan komunikasikan
harapan perilaku yang tinggi.
2.
Tetapkan aturan dan
prosedur yang jelas, dan instruksikan siswa bagaimana cara mengikutinya;
memberikan anak-anak tingkat dasar dan mereka yang memiliki status sosial
ekonomi rendah, khususnya, banyak instruksi, latihan, dan mengingatkan.
3.
Buat jelas kepada siswa
konsekuensi dari perilaku buruk.
4.
Tegakkan aturan kelas
dengan segera, konsisten, dan adil dari hari pertama sekolah.
5.
Bekerjalah untuk
menanamkan rasa disiplin diri pada siswa; curahkan waktu untuk mengajarkan
keterampilan selfmonitoring.
6.
Pertahankan kecepatan
instruksional yang cepat dan buat transisi yang mulus antar aktivitas.
7.
Pantau aktivitas kelas;
beri siswa umpan balik dan penguatan mengenai perilaku mereka.
8.
Ciptakan peluang bagi
siswa (terutama mereka yang memiliki masalah perilaku) untuk mengalami
keberhasilan dalam pembelajaran dan perilaku sosial mereka.
9.
Identifikasi siswa yang
tampaknya kurang memiliki keefektifan pribadi dan bekerja untuk membantu mereka
mencapai locus of control internal.
10.
Memanfaatkan kelompok
pembelajaran kooperatif, yang sesuai.
11.
Manfaatkan humor,
ketika cocok, untuk merangsang minat siswa atau mengurangi ketegangan kelas.
12.
Hapus materi yang
mengganggu (peralatan atletik, materi seni, dll.) Dari pandangan ketika
instruksi sedang berlangsung.
2.1.4 Peranan Guru
Dalam Pengelolaan Kelas
Menurut Mursalin, dkk (2017 :
106-108), Peranan guru sangat penting dalam pendidikan. Baik buruknya suatu
pendidikan dipengaruhi oleh bagaimana seorang guru dapat menyampaikan atau
mengajarkan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai kehidupan yang mampu membawa
peserta didik mewujudkan cita-citanya, baik untuk dirinya, keluarga, masyakarat
dan bangsanya. Terkait dengan pentingnya peran seorang guru, maka seyogyanya
guru harus memiliki berbagai kemampuan, tidak hanya kemampuan akademik yang
harus dimiliki oleh seorang guru, akan tetapi bagaimana seorang guru mempunyai
kemampuan untuk memotivasi peserta didik, agar mau belajar yang nantinya akan
meningkatkan prestasi serta cita-cita peserta didik. Lebih spesifiknya lagi
peran yang dimaksud disini berkaitan dengan peran guru dalam proses
pembelajaran. Guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam
pendidikan pada umumnya, karena guru memegang peranan dalam proses
pembelajaran, dimana proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan.
Adapun peranan guru menurut pendapat
para ahli berikut yang dikutip dalam buku Sardiman (2012, 143) adalah:
1. Prey
Katz menggambarkan peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat
memberikan nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan,
pembimbing dalam pengembangang sikap dan tingkah laku serta nila-nilai, orang
yang menguasi bahan yang diajarkan.
2. Havighurst
menjelaskan bahwa peranan guru di sekolah sebagi pegawai (employee) dalam hubungan kedinasan,
sebagai bawahan (subordinate)
terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat,
sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur
disiplin, evaluator dan penganti orang tua.
3. James
W. Brown mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan
mengembangkan materi pelajaran, merencana dan mempersiapkan pelajaran
sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
simpulkan bahwa peranan guru dalam proses belajar mengajar begitu besarmemberi
fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai dan
membantu perkembangan aspek-aspek pribadi, seperti sikap, nilai-nilai, dan
penyesuaian diri.
Menurut Karwati dan Priansa (2014 : 23)
dalam Pranandari, dkk (2016 : 482), kegiatan
pengelolaan kelas meliputi dua kegiatan inti, yaitu pengaturan peserta didik
dan pengaturan fasilitas. Dalam pengaturan peserta didik, guru banyak berperan
dalam membimbing, mengarahkan, serta memandu aktivitas yang terjadi di dalam
kelas. Pengaturan yang dimaksud adalah mengatur dan menempatkan peserta didik
sesuai dengan kompetensi intelektual dan perkembangan emosionalnya. Dalam peran
ini guru biasanya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan
posisi belajar sesuai dengan gaya belajar dan minatnya. Pengaturan fasilitas
berhubungan dengan kondisi fisik kelas. Kondisi fisik tersebut antara lain
sarana dan prasarana kelas. Diharapkan kondisi fisik kelas dapat memenuhi dan
mendukung interaksi yang ada di kelas, sehingga tercipta iklim yang positif
dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran berlangsung. Pengaturan fisik
kelas fokus kepada efektivitas belajar peserta didik sehingga peserta didik
merasa nyaman ketika berada di kelas dan mampu belajar dengan baik.
According to Richards & Rodgers
(2014) in Rindu (2017 : 84) state that
‘Role’ refers to the part that learners and teachers are expected to play in
carrying out learning tasks as well as the social and interpersonal relationships
between the participants. In attempting to determine a problem language, the
teacher has some roles. A good teacher should have a capacity to perform his
roles depend on different circumstances effectively. According to Harmer
(1990), a teacher has six roles in managing a class, they are controller,
assessor, organizer, prompter, participant, and resource. Additionally, Sanjaya
(2007) also states that teacher has six roles in managing a class during
teaching and learning process, they are teacher as a learning source,
facilitator, manager, demonstrator, guide, and motivator.
Selanjutnya,
menurut Richards & Rodgers (2014) dalam Rindu (2017: 84) menyatakan bahwa
'Peran' mengacu pada bagian yang diharapkan peserta didik dan guru untuk
bermain dalam melaksanakan tugas belajar serta hubungan sosial dan
interpersonal antara peserta. Dalam mencoba untuk menentukan bahasan masalah,
guru memiliki beberapa peran. Seorang guru yang baik harus memiliki kapasitas
untuk melakukan perannya tergantung pada keadaan yang berbeda secara efektif.
Menurut Harmer (1990), seorang guru memiliki enam peran dalam mengelola kelas,
mereka adalah pengontrol, penilai, penyelenggara, pembimbing, peserta, dan
sumber daya. Selain itu, Sanjaya (2007) juga menyatakan bahwa guru memiliki
enam peran dalam mengelola kelas selama proses belajar mengajar, mereka adalah
guru sebagai sumber belajar, fasilitator, manajer, demonstran, panduan, dan
motivator.
According
to Corps (2008 : 6-7) Classroom
management refers to teacher behaviors that facilitate learning. A well-managed
classroom increases learning because students spend more time on task.
How to support student learning
1.
Establish
classroom rules and procedures during the first days of school and consistently
and fairly enforce them throughout the school year. Be consistent.
2.
Establish
a positive professional relationship with students—the teacher is both in
charge and cooperative. You will never have enough techniques to get students
to behave and learn if you do not first create positive relationships.
3.
Give understandable instructions so students
know exactly what they are expected to do. (Cultural Hint: Do not ask, “Does everyone understand?” In many
cultures, students would not dare say “No” because that would indicate the
teacher did not do his or her job well.)
4.
Use
nonverbal signals rather than words. Silent cues are less disruptive.
5.
Delegate,
delegate, delegate! Students learn skills and responsibility, while saving the
teacher time. But, teach students how to accomplish the delegated task or this
time saver can turn into a time waster.
6.
Move
around the classroom. Move closer to problem spots in the classroom. This
tactic tends to prevent or stop inappropriate behaviors.
7.
Have
a back-up plan if the lesson is not going well or runs short.
Menurut
Corps (2008 : 6-7) manajemen Kelas mengacu pada perilaku guru yang
memfasilitasi pembelajaran. Ruang kelas yang dikelola dengan baik meningkatkan
pembelajaran karena siswa menghabiskan lebih banyak waktu dalam tugas.
Bagaimana mendukung pembelajaran siswa
1.
Menetapkan peraturan
dan prosedur kelas selama hari-hari pertama sekolah dan secara konsisten dan
adil menegakkannya sepanjang tahun sekolah. Konsisten.
2.
Bangun hubungan
profesional yang positif dengan siswa — guru bertanggung jawab dan kooperatif.
Anda tidak akan pernah memiliki cukup teknik untuk membuat siswa berperilaku
dan belajar jika Anda tidak membuat hubungan positif terlebih dahulu.
3.
Berikan instruksi yang
bisa dimengerti agar para siswa tahu persis apa yang mereka harapkan untuk lakukan.
(Petunjuk Kebudayaan: Jangan tanya, "Apakah semua orang mengerti?"
Dalam banyak budaya, siswa tidak akan berani mengatakan "Tidak"
karena itu akan menunjukkan bahwa guru tidak melakukan tugasnya dengan baik.)
4.
Gunakan sinyal
nonverbal daripada kata-kata. Isyarat sepi kurang mengganggu.
5.
Delegasi, delegasi,
delegasi! Siswa belajar keterampilan dan tanggung jawab, sambil menghemat waktu
guru. Namun, ajari siswa cara menyelesaikan tugas yang didelegasikan atau
penghemat waktu ini dapat berubah menjadi pembuang waktu.
6.
Bergerak keliling ruang
kelas. Bergerak lebih dekat ke titik masalah di kelas. Taktik ini cenderung
untuk mencegah atau menghentikan perilaku yang tidak pantas.
7.
Miliki rencana cadangan
jika pelajaran tidak berjalan baik atau berjalan singkat
Menurut
Kirom (2017 : 72-73) Dari gambaran kelas
masa depan, Gary Flewelling dan William Higginson (2003) menggambarkan peran guru sebagai berikut:
1.
Memberikan stimulasi
kepada siswa dengan menyediakan tugas-tugas pembelajaran yang kaya (rich
learning tasks) dan terancang dengan baik untuk meningkatkan perkembangan
intelektual, emosional, spiritual, dan sosial;
2.
Berinteraksi dengan
siswa untuk mendorong keberanian, mengilhami, menantang, berdiskusi, berbagi,
menjelaskan, menegaskan, merefleksi, menilai dan merayakan perkembangan,
pertumbuhan dan keberhasilan;
3.
Menunjukkan manfaat
yang diperoleh dari mempelajari suatu pokok bahasan;
4.
Berperan sebagai
seseorang yang membantu, seseorang yang mengerahkan dan memberi penegasan,
seseorang yang memberi jiwa dan mengilhami siswa dengan cara membangkitkan rasa
ingin tahu, rasa antusias, gairah dari seorang.
Peranan
guru dianggap dominan menurut Dr Rusman, Mpd diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Guru
sebagai demonstrator
Melalui perannya
sebagai demonstrator, guru hendaknya menguasai bahan atau materi belajaran yang
akan diajarkan dan mengembangkannya, karena hal ini akan sangat menentukan
hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
2. Guru
sebagai pengelola kelas
Dalam perannya
sebagai pengelola kelas (learning managers). Guru hendaknya mampu
melakukan penanganan pada kelas, karena kelas merupakan lingkungan yang perlu
diorganisasi.
3. Guru
sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai
mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk
media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses belajar mengajar. Begitu juga guru sebagai fasilitator,
guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta
dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa
narasumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.
4. Guru
sebagai evaluator
Guru sebagai
evaluator yang baik, guru hendaknya melakukan penilaian untuk mengetahui apakah
tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai apa tidak, apakah materi yang
diajarkan sedah dikuasai atau belum oleh siswa, dan apakah metode yang
digunakan sudah cukup tepat.
According
to Tim Knoster (2014 : 23-24) Rapport,
expectations, and reinforcement serve as three principles of practice in
prevention of student problem behavior in your classroom. This is not to
suggest that teaching practices such as active supervision of your students,
conducting seamless transitions between activities in your classroom, or
checking regularly for student understanding are unimportant— on the contrary,
they are important. What I am suggesting, however, is that rapport,
expectations, and reinforcement are the primary building blocks of effective
classroom management. Each of these three principles of practice is important
in its own right; however, the whole is worth far more than the sum of its
parts. Regardless of the type of school setting in which you find yourself
teaching, these preventative principles of practice should prove helpful to you
with your students. These preventative approaches are consistent with universal
level (Tier 1) approaches if you are teaching in a PBIS
school.
These same universal level approaches are, as well, equally applicable if you
are teaching in a more traditional school setting. Given that, let’s turn our
attention to each of these principles of practice and, in turn, focus on
specifi c
teaching
strategies along these same lines.
Menurut
Tim Knoster (2014 : 23-24) Hubungan, harapan, dan penguatan berfungsi sebagai
tiga prinsip praktik dalam pencegahan perilaku masalah siswa di kelas Anda. Ini
bukan untuk menyarankan bahwa praktik mengajar seperti pengawasan aktif siswa
Anda, melakukan transisi yang mulus antara kegiatan di kelas Anda, atau
memeriksa secara teratur untuk pemahaman siswa tidak penting - sebaliknya,
mereka penting. Apa yang saya sarankan, bagaimanapun, adalah bahwa hubungan,
harapan, dan penguatan adalah blok bangunan utama dari manajemen kelas yang
efektif. Masing-masing dari ketiga prinsip praktik ini penting dalam dirinya
sendiri; Namun, keseluruhannya bernilai jauh lebih banyak daripada jumlah
bagian-bagiannya. Terlepas dari jenis pengaturan sekolah di mana Anda menemukan
diri Anda mengajar, prinsip-prinsip pencegahan praktek harus terbukti membantu
Anda dengan siswa Anda. Pendekatan pencegahan ini konsisten dengan pendekatan
tingkat universal (Tier 1) jika Anda mengajar di PBISschool. Pendekatan tingkat
universal yang sama ini, juga, sama berlaku jika Anda mengajar di lingkungan
sekolah yang lebih tradisional. Karena itu, mari kita perhatikan setiap prinsip
praktik ini dan, pada gilirannya, berfokus pada strategi pengajaran khusus di
sepanjang garis yang sama ini.
Menurut
Salabi (2016 : 75-77) Dalam memecahkan masalah kelas, ada dua pendekatan utama
yaitu pendekatan tanpa teori dan yang berdasar teori. Pendekatan tanpa teori
dapat diuraikan sebagai berikut (Jacobsen, et.al., 1989).
Pendekatan larangan dan anjuran. Pendekatan larangan dan
anjuran tidak berangkat dari dasar teori yang empiris dan teruji. Pendekatan
ini berisi larangan dan anjuran bagi guru dalam memecahkan masalah, misalnya,
jangan menegur siswa di hadapan temannya, jangan memperingatkan anak dengan
suara yang keras, bersikaplah adil dan tegas kepada anak, buktikan kesalahan
sebelum anak dihukum. Dalam penerapan pendekatan ini, ada sejumlah rambu-rambu
yang harus dihindari guru dalam memecahkan masalah iklim pembelajaran.
Pendekatan hukuman dan ancaman. Pendekatan ini
penerapannya ditujukan bagi pelanggar tata tertib atau disiplin kelas. Tindakan
hukuman dan ancaman bagi pelanggar tata tertib adalah dengan menghukum anak
melalui kekerasan, menghardik secara kasar, mencemooh, menertawakan, menghukum
salah seorang anak dengan maksud sebagai contoh atau memaksa anak untuk minta
maaf.
Pendekatan masa bodoh. Penerapan pendekatan ini adalah
dengan tidakmemecahkan masalah. Hal ini karena pemecahan masalah yang
diterapkan guru tidak bertolak dari masalahnya sendiri,
misalnya, guru mengacuhkan kejadian, sehingga seolah-olah tidak ada kejadian,
mengalihkan perhatian anak kepada situasi lain agar anak tidak memperhatikan
keadaan yang terjadi, membiarkan anak yang mela-kukan pelanggaran supaya bosan
dengan sendirinya.
Pendekatan kekuasaan. Pendekatan ini penerapannya dilakukan
dengan cara pemaksaan. Anak atau sekelompok anak yang melakukan pelanggaran
kelas dipaksa secara kasar untuk menghentikan perbuatannya, misalnya anak
dikeluarkan dari kelas secara paksa, anak yang mengganggu kelancaran belajar
diminta berdiri di depan kelas, mempermalukan anak di depan kawan-kawannya,
guru memarahi anak dengan memaki. Pendekatan ini bertolak dari legalitas
kekuasaan guru atas kelas yang diajar. Karena guru adalah penguasa tunggal di
kelas. Guru dapat menentukan segala sesuatu di kelas atas kehendaknya sendiri.
Sementara, anak harus patuh mengikuti kemauan guru. Apabila cara-cara yang
digunakan tidak lagi me-nyelesaikan masalah, guru menggunakan orang lain yang
berpengaruh, misalnya kepala sekolah.
Jenis pendekatan lain dalam mengatasi
masalah adalah pendekatan yang berdasar teori yang diuraikan sebagai berikut
ini.
1.
Pendekatan perilaku
Pendekatan ini bertolak dari asumsi
dasar bahwa tingkah laku anak terbentuk karena belajar. Oleh karena itu,
perilaku menyimpang yang diperbuat anak pada dasarnya juga diperoleh dari
belajar. Pendekatan ini bertolak pula dari asumsi dasar bahwa proses belajar
terjadi akibat adanya rangsangan eksternal. Mengingat hal itu, melalui
pengaturan rangsangan eksternal yang disediakan. Berangkat dari asumsi dasar
tersebut, untuk mengubah tingkah laku menyimpang, guru dapat memulakan
rangsangan eksternal tertentu pada anak, sehingga rangsangan eksternal yang
sudah dipolakan tersebut dapat mengubah ke arah terbentuknya perilaku anak yang
dikehendaki.
Ada beberapa
teknik pengubahan dan pembentukan tingkah laku yang dapat diterapkan guru untuk
memecahkan masalah iklim pembelajaran. Teknik-teknik tersebut adalah (1) teknik
penguatan, (2) teknik hukuman, dan (3) penghilangan. Teknik penguatan meliputi
penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif difungsikan untuk
meneguhkan perilaku yang dikehendaki. Sedangkan penguatan negatif difungsikan
untuk meneguhkan proses pengubahan perilaku ke arah yang dikehendaki (Jacobsen,
et.al., 1989).
Penerapan penguatan
positif dilakukan dengan memberikan ganjaran, atau gerak gestural (acungan
jempol atau anggukan kepala) atau pernyatan verbal yang menyatakan kesetujuan
guru atas perlakuan anak. Demikian pula penerapan penguatan negatif. Anak, yang
menunjukkan perubahan perilaku dari perilaku negatif ke arah perilaku positif,
dapat diberi peneguhan. Bentuk peneguhannya adalah guru mengurangi tindakan
yang selama ini dianggap anak tidak menyenangkan baginya karena melakukan
penyimpangan. Misalnya, apabila biasanya guru marah, dengan adanya perubahan ke
arah positif yang ditunjukkan anak, guru tidaklagi marah padanya. Pada
perubahan berikutnya guru mulai tersenyum terhadap anak tersebut, hingga
akhirnya guru memberi ucapan selamat setelah perbuatan anak betul-betul tidak
menyimpang. Hukuman dan penghilangan diterapkan untuk meniadakan tingkah laku
menyimpang. Hukumanadalah bentuk rangsanan yang tidak menyenangkan anak. Dengan
rangsangan yang tidak menyenangkan, diharapkan anak dapat menghilangkan
perilaku yang menyimpang.
2. Pendekatan
sosio-emosional
Pendekatan ini menekankan pentingnya
hubungan interpersonal. Kunci sukses iklim pembelajaran adalah komunikasi antar
pribadi. Timbulnya masalah iklim pembelajaran karena komunikasi antar pribadi
tidak berjalan lancar. Masalah iklim pembelajaran timbul akibat ketidakmampuan
anak memahami akibat tingkah laku yang menyimpang (Jacobsen, et.al, 1989).
Untuk memecahkan masalah, guru perlu
membantu anak untuk memahami ciri-ciri masalah. Ini artinya, menurut pendekatan
sosioemosioanl, jika ada masalah iklim pembelajaran, maka adalah siswa sendiri
yang harus memecahkannya, sementara guru hanya membantu. Hal penting dalam
memecahkan masalah iklim pembelajaran adalah (1) sikap guru yang terbuka dan
menghindari kepura-puraan, (2) menerima dan menaruh kepercayaan terhadap anak,
dan (3) memiliki sikap empati terhadap anak.
2.1.5 Jenis-jenis
Pengelolaan Kelas
Menurut
Dantes (2014 : 107 – 109) Tidak ada satu
pendekatanpun yang dianggap pendekatan terbaik dalam manajemen kelas. Oleh
karena itu seorang guru memang perlu memahami berbagai pendekatan, yang secara
ringkas akan dicoba didiskusikan didalam uraian berikut ini. Walaupun terkesan terjadi penyederhanaan yang
berlebihan, hasil kajian literatur menunjukkan ada sembilan definisi, yang
sekaligus menggabarkan pendekatan, tentang manajemen kelas kesembilan ini
dibedakan karena memang setiap pendekatan menampilkan posisi filofis dan wujud
operasional dari manajemen kelas.
Pendekatan
pertama ialah Pendekatan Otoriter.
Pendekatan ini memandang bahwa manajemen kelas sebagai proses mengendalikan
perilaku peserta didik dalam posisi ini, peranan guru adalah mengembangkan dan
memelihara aturan atau disiplin didalam kelas. Tekanan utamanya terletak pada
menjaga ketertiban dan memelihara kendali melalui penerimaan disiplin. Didalam
pendekatan ini disiplin adalah sama dengan manajemen kelas.
Terkait
erat dengan pendekatan otoriter, pendekatan kedua disebut Pendekatan intimidasi, pendekatan ini juga memandang manajemen
kelas sebagai proses mengendalikan perilaku peserta didik. Lain halnya dengan
pendekatan otoriter, pendekatan intimidasi tampak lebih dilandasi oleh asumsi bahwa
perilaku peserta didik paling baik dikendalikan oleh perilaku guru. Perilaku
guru yang dimaksud seperti menyalahkan, ancaman, paksaan dan penolakan. Peran
guru menggiring peserta didik berperilaku sesuai dengan keinginan guru dan
merasa takut untuk melanggarnya.
Pandangan
ketiga, yang bertentangan langsung dengan pendekatan intimidatif, ialah pendekatan permisif. Esensi pendekatan terletak pada peran guru
memaksimalkan kebebasan peserta didik, membantu peserta didik merasa bebas
melakukan apa yang mereka mau lakukan. Jika hal itu tidak dilakukan maka yang
terjadi adalah proses menghambat perkembangan peserta didik.
Tidak
seperti pendekatan sebelumnya, pendekatan keempat ini disebut pendekatan buku masak. Pendekatan
ini tidak didasarkan atas konsep teoretik atau landasan psikologis tertentu.
Pendekatan ini merupakan kombinasi dari berbagai pandangan, merupakan himpunan
“resep” bagi guru. Pendekatan ini disajikan dalam bentuk daftar tentang apa
yang hendaknya dilakukan dan tidak dilakukan guru didalam mereaksi berbagai
situasi bermasalah. Pendekatan ini disebut pendekatan buku masak karena berisi
rakitan daftar tahap demi tahap apa yang harus dilakukan guru : peran guru
adalah mengikuti resep itu.
Pendekatan
manajemen kelas yang kelima didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa perencanaan
dan pembelajaran yang cermat (careful)
akan mencegah muncul perilaku bermasalah. Pendekatan ini menekankan bahwa
perilaku guru dalam pembelajaran ialah mencegah atau menghentikan perilaku
peserta didik yang tidak tepat. Peran guru ialah merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran dengan baik, yaitu pembelajaran yang sesai dengan kebutuhan dan
minat peserta didik dan yang memotivasi peserta didik. Pendekatan kelima ini
disebut pendekatan instruksional.
Pendekatan
keenam ialah pendekatan modifikasi
perilaku. Pendekatan ini memandang manajemen kelas sebagai proses
memodifikasi perilaku peserta didik. Peran guru adalah mempercepat tercapainya
perilaku yang dikehendaki dan mengurangi atau menekan perilaku yang tidak
dikehendaki. . dengan kata lain, guru membantu peserta didik mempelajari
perilaku yang tepat dengan menggunakan prinsip – prinsip pengkondisian dan
penguatan.
Pendekatan
ketujuh memandang manajemen kelas sebagai proses menciptakan iklim sosioemosional yang positif didalam kelas. Asumsi dari
pendekatan ini ialah bahwa belajar itu dimaksimalkan didalam iklim kelas yang
positif dan iklim semacam ini muncul dan hubungan antar pribadi yang positif
antara guru-peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik.
Pendekatan
yang kedelapan menempatkan kelas sebagai suatu
sistem sosial diproses kelompok dalam sistem tersebut menjadi hal penting
yang paling utama. Asumsi dasarnya ialah bahwa pembelajaran itu terjadi didalam
kelompok. Oleh karena hakikat dan perilaku kelompok kelas dipandang sebagai
faktor yang memiliki pengaruh berarti (signifikan) terhadap belajar, bahkan
dalam proses belajar individual sekalipun.
Kedelapan
posisi yang dikemukakan diatas menggambarkan perbedaan dan pendekatan manajemen
kelas, dengan masing – masing keyakinan. Akan tetapi tidak ada satu pendekatan
pun yang teruji paling baik. Oleh karen aitu, anda sebagai seorang guru
didorong untuk menyerap pendekatan – pendekatan tersebut dan tidak hanya
bertolak satu pendekatan. Anda didorong untuk melihat adanya kejamakan definisi
tentang manajemen kelas.
Pendekatan
kesembilan bertolakan dari kejamakan
definisi. Definisi jamak adalah memperluas ragam pendekatan dari mana kita
akan memilih strategi untuk menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang mendukung
terjadinya pembelajaran yang efektif. Pendekatan jamak atau pendekatan
pluralistik (James M. Cooper, ed. 1990)
ini tidak mengikat guru kepada strategi menejerial tunggal, melainkan
memberi peluang kepada guru untuk mempertimbangkan yang dapat dan tepat
dilakukan.
Jika
disimak ulang apa yang diuraikan diatas, dapat diangkat fungsi – fungsi pokok
manajemen kelas, yaitu :
1) Fungsi
Preventif, mencegah munculnya perilaku bermasalah;
2) Funsi
Kuratif, menyembuhkan perilaku bermasalah;
3) Fungsi
Pemeliharaan, memelihara kondisi yang positif;
4) Fungsi
Pengembangan, mengembangkan kondisi yang kondusif.
Menurut
Rohani, Ahmad (2010: 170 – 171) Sebagai pekerja profesional, seorang guru harus
mendalami kerangka acuan pendekatan – pendekatan kelas, sebab didalam
penggunaannya ia harus terlebih dahulu meyakinkan bahwa pendekatan yang
dipilihnya untuk menangani suatu kasus. Pengelolaan kelas merupakan alternatif
yang terbaik sesuai dengan hakikat masalahnya. Artinya, seorang guru terlebih
dahulu harus menetapkan bahwa penggunaan suatu pendekatan memang cocok dengan
hakikat masalah yang ingin ditanggulangi. Ini tentu dimaksudkan untuk
mengatakan bahwa seorang guru yang akan berhasil baik setiap kali ia menangani
kasus pengelolaan kelas. Sebaliknya, keprofesionalan cara kerja seorang guru
adalah demikian sehingga apabila alternatif tindakannya yang pertama tidak
memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan, maka ia masih mampu melakukan
analisis ulang terhadap situasi untuk kemudian tiba pada alternatif pendekatan
yang kedua dan seterusnya.
Ada
sejumlah konsep tentang jenis pengelolaan kelas, sebagian diantaranya tidak
lagi dianggap memadai, misalnya pandangan otoritas yang melihat pengelolaan
kelas semata – mata sebagai upaya untuk menegakkan tata tertib, atau pandangan
permisif yang memutusatkan perhatian pada usaha untuk memaksimalkan kebebasan
peserta didik. Didalam uraian ini akan dikemukakan tiga pandangan yang
tampaknya mmeberi harapan, baik dari penalarannya maupun berdasarkan informasi
yang diperoleh melalui penelitian – penelitian.
1. Behavior-Modification
Approach
Pendekatan
ini bertolak dari psikologi behavioral yang mengemukakan asumsi bahwa (1) semua
tingkah laku, yang baik maupun yang kurang baik merupakan hasil proses belajar,
dan (2) ada sejumlah kecil proses psikologi yang fundamental yang dapat
digunakan untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yang dimaksud. Adapun
proses psikologi yang dimaksud adalah penguatan positif (Positive reinforcement), hukuman, penghapusan (extinction), dan penguatan negatif (negative reinforcement).
2. Socio-Emotional
Climate Approach
Dengan
berlandaskan psikologi klinis dan konseling, endekatan pengelolaan kelas ini
mengasumsikan bahwa (1) proses belajar mengajar yang efektif mempersyaratkan
iklim sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang
baik antara guru-peserta didik dan antara peserta didik, dan (2) guru menduduki
posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosinal yang baik itu.
3. Group-Processess
Approach
Pendekatan
ini didasarkan pada psikologi sosial dan dinamika kelompok. Oleh karena itu
maka asumsi pokoknya adalah (1) pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam
konteks pengelolaan konteks kelompok sosial, dan (2) tugas guru yang terutama
dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif
dan kohesif.
4. Eclectical
Approach
Akhirnya,
apabila disimak secara seksama maka ketiga pendekatan yang telah diuraikan
dimuka adalah ibarat sudut pandang yang berbeda – beda terhadap objek yang
sama. Oleh karena itu maka seorang guru seyogianya menggunakan menggunakan
pendekatan ekletik. Untuk maksud itu maka seorang guru seyogianya (1) menguasai
pendekatan – pendekatan pengelolaan kelas yang potensial, dalam hal ini
pendekatan perubahan tingkah laku. Penciptaan iklim sosio-emosional dan proses
kelompok dan (2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur
yang sesuai dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas. Pada gilirannya,
kemampuan guru memilih jenis pengelolaan kelas yang tepat sangat tergantung
pada kemampuannya menganalisis masalah pengelolaan kelas yang dihadapinya.
Menurut
Salabi (2016: 70 – 74) Ruang lingkup
kegiatan manajemen kelas meliputi sejumlah kegiatan guru di kelas dalam
melaksanakan pembinaan iklim kelas dari segi proses, kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
penilaian, dan monitoring. Secara substansial, kegiatan manajemen ke-las
mencakup pembinaan: (1) kedisiplinan siswa, (2) iklim sosial kelas, (3) iklim
sosio-emosional kelas, dan (4) lingkungan fisikal kelas.
1. Pembinaan Disiplin Siswa
Pembinaan
disiplin siswa mengacu pada upaya penegakan aturan dan tata tertib kelas, baik
yang tertulis, maupun yang tidak tertulis. Tata tertib kelas berisi larangan,
peringatan, anjuran, perintah, dan nasihat kepada siswa, beserta sanksi-sanksi
bagi pelanggarnya.
2. Pembinaan Iklim Sosial Kelas
Membina
iklim sosial kelas adalah mengembangkan dan mempertahankan keeratan hubungan
sosial dan kerjasama kelas secara harmonis.
3. Pembinaan Iklim Sosio-Emosional Kelas
Iklim
sosio-emosional kelas menekankan kajian pada hubungan interpersonal psikologis
antar anggota kelas. Iklim sosio-emosional kelas adalah
kecenderungan-kecenderungan suasana psikologis yang mewarnai hubungan antar
siswa di kelas.
4. Pengembangan Lingkungan Fisik Kelas
Kondisi
fisik kelas meliputi segala sesuatu yang ada di ruang kelas, di an-taranya
papan buletin, furniture, penerangan, temperatur ruang. Lingkungan ruang kelas
mencakup, (1) ruang, (2) waktu, (3) suara, (4) temperatur, (5) warna, (6)
penerangan, dan (7) artefak.
Desain
ruang kelas ditentukan oleh beberapa faktor, yakni (1) ukuran ruang kelas, (2)
jumlah siswa per kelas,jumlah deret bangku dan kursi,kelengkapan peralatan
kelas, (5) posisi pintu, jendela, kloset, tempat cuci tangan, tempat papan
tulis, dan tempat pengerat pensil, (6) alat-alat peraga yang digunakan guru,
dan (7) pengalaman guru. Ketujuh faktor tersebut merupakan faktor pertimbangan
dalam mendesain ruang kelas.
2.2 Kajian Kritis
Menurut
kelompok kami, kelas merupakan suatu tempat dimana didalamnya terdapat
sekelompok siswa yang menerima pembelajaran atau terjadinya proses belajar
mengajaar dalam kurun waktu yang sama. Untuk menciptakan lingkungan tersebut,
dibutuhkan pengelola, salah satunya ialah guru. Pengelolaan kelas adalah suatu
usaha yang dilakukan untuk kegiatan pembelajaran siswa agar dapat berlangsung
secara efektif dan efisien, serta agar tercapainya kondisi optimal seperti yang
diharapkan. Adapun tujuan dari pengelolaan kelas yaitu menyediakan fasilitas
yang dapat menunjang kegiatan belajar siswa agar setiap anak dapat belajar
dengan baik, serta tercapainya tujuan pengajarang seperti yang diharapkan.
Adapun
dalam pengelolaan kelas dapat dilakukan dengan cara mempersiapkan dan
merencanakan pembelajaran, durasi pelajaran sesuai dengan kinerja/ materi yang
ingin disampaikan, menetapkan iklim positif di kelas, membangun suasana kerja
dan disiplin, evaluasi kemajuan proses pembelajaran, evaluasi pekerjaan sendiri.
Dalam
pengelolaan kelas perlu peranan seorang guru. Karena baik buruknya suatu
pendidikan dipengaruhi oleh seorang guru dalam mengelola kelas. Dalam mengelola
kelas ini guru tidak hanya mampu memiliki kemampuan akademik saja, tetapi juga
harus memiliki kemampuan untuk memotivasi siswa agar mau belajar juga dapat
mengatasi masalah-masalah yang terjadi di dalam kelas.
Kemudian,
dalam hal ini dapat diambil sebuah kajian bahwa jenis-jenis dari pengelolaan
kelas dapat dilihat dari teori pendekatan pengelolaan kelas. Teori pendekatan
yang ditemui tidak pendekatan saja namun ada banyak pendekatan yang akan
ditemui, akan tetapi guru tidak boleh terdominan pada 1 jenis pendekatan.
Artinya guru harus menguasai semua jenis pendekatan pengelolaan kelas. Karena
setiap situasi dan kondisi yang akan ditemui di kelas akan berbeda-beda setiap
saatnya. Maka dari itu diperlukan jenis pendekatan yang berbeda, guru dituntut
harus mampu menguasai seluruh jenis pendekatan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Pengelolaan kelas merupakan suatu usaha menyiapkan kondisi yang
optimal agar proses atau kegiatan pembelajaran dapat berlangsung secara lancar.
Dengan melihat konteks tersebut, pengelolaan kelas dapat dipandang sebagai
suatu usaha yang sangat penting dan harus mendapat prioritas oleh seorang guru
dalam berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan
peserta didik.
2.
Tujuan pengelolaan
kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum tujuan
dari pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan
belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas.
Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja untuk
terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin,
perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi siswa.
3.
Manajemen kelas yang
baik terarah kepada upaya pencegahan munculnya perilaku bermasalah, dan
penataan likungan fisik merupakan unsur penting dalam manajemen kelas. Penataan
kelas akan mempengaruhi keterlibatan dan partisipasi peserta didik, dan
penataan secara fisik harus sejalan dengan tujuan pembelajaran. Wahana
lingkungan fisik akan mempengaruhi perilaku peserta didik secara langsung maupun
melalui perilaku guru, atau melalui tugas-tugas terstruktur yang diberikan guru
kepada peserta didik.
4.
Peran mengacu pada
bagian yang diharapkan peserta didik dan guru untuk bermain dalam melaksanakan
tugas belajar serta hubungan sosial dan interpersonal antara peserta. Dalam
mencoba untuk menentukan bahasan masalah, guru memiliki beberapa peran. Seorang
guru yang baik harus memiliki kapasitas untuk melakukan perannya tergantung
pada keadaan yang berbeda secara efektif. Seorang guru memiliki enam peran
dalam mengelola kelas, mereka adalah pengontrol, penilai, penyelenggara,
pembimbing, peserta, dan sumber daya. Selain itu guru memiliki enam peran dalam
mengelola kelas selama proses belajar mengajar, mereka adalah guru sebagai
sumber belajar, fasilitator, manajer, demonstran, panduan, dan motivator.
5.
Jenis-jenis pengelolaan
kelas dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan. Selain itu jenis-jenis
pengelolaan kelas dapat mencakup pembinaan: (1) kedisiplinan siswa, (2) iklim
sosial kelas, (3) iklim sosio-emosional kelas, dan (4) lingkungan fisikal
kelas.
3.2
Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun
sudah berusaha memaparkan dan mejelaskan materi dengan semaksimal mungkin,
tetapi tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunan dan materi
yang dibahas. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan pembaca untuk dapat
membantu menyempurnakan makalah selanjutnya. Penyusun juga berharap agar
makalah ini dapat memberi manfaat dalam proses pembelajaran terutama mengenai
materi pengelolaan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Aliyyah RR
dan Abdurakhman O. 2016. Pengelolaan
Kelas Rendah Di Sd Amaliah Ciawi Bogor. Jurnal
Sosial Humaniora. VoL. 7. No. 2. ISSN : 2087 4928.
Arikunto, Suharsimi. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Azizah, IN dan Estarastuti,A. 2017. Keterampilan Guru Dalam Pengelolaan Kelas
Rendah Pada Pembelajaran Tematik di SD. Vol.6 No.2 ISSN: 2252-6366.
Cahyani, Berliana Henu. 2012. Peran Pengelolan Kelas Dalam Kemampuan
Regulasi Diri Pada Siswa Selama Di Kelas. Jurnal SPIRITS. Vol. 3. No. 1. ISSN : 2087‐7641.
Corps, Peace. 2008. Classroom Management. Washington, DC : ICE.
Dantes, Nyoman. 2014. Landasan Pendidikan Tinjauan Dari Dimensi
Makropendagogis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dunbar, Christopher. 2004. Best Practices In Classroom Management. Michigan:
University Outreach & Engagement.
Esmaeili, Z, dkk. 2015. The
role of teacher's authority in students' learning. Vol. 6. No. 19. ISSN : 2222-1735.
Gion.
2014. Effective classroom management
strategies and classroom management programs for educational practice.
Belanda: University of Groningen.
Isbadrianingtyas, N. 2016. Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran Tematik
Di Sekolah Dasar. Jurnal
Pendidikan. Vol. 1. No. 5. ISSN : 2502-471X.
Istihana. 2015. Pengelolaan Kelas di Madrasah Ibtidaiyah. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasari. Vol.2. No2. P-ISSN 2355 – 1925.
Kirom, Askabul. 2017. Peran Guru dan Peserta Didik Dalam Proses
Pembelajaran Berbasis Multikultural. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol.3
No.1. ISSN: 2477-8338.
Marwiyah, dkk. 2018. Peranan Pembelajaran Kontenporer Berbasis
Penerapan Kurikulum 2013. Yogyakarta: Deepublish.
Ming-tak,
Hue dan Wai-shing, Li. 2008. Classroom
Management Creating a Positive Learning Environment. Hongkong. Hong Kong
University Press.
Momongan, HS dan Supramono. 2015. Analisis Akar Masalah Ketidakefektifan
Manajemen Kelas Di Sekolah Dasar Di Salatiga dan Sekitarnya. Jurnal
Manajemen Pendidikan. Vol. 2. No. 2. ISSN : 2443-0544.
Mursalin, dkk. 2017. Peran Guru Dalam Pelaksanaan Manajemen Kelas
Di Gugus Bungong Seulang Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Jurnal
Ilmiah : Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Unsyiah. Vol.2. No.1.
Nurdin, D dan Sibaweh,I. 2015. Pengelolaan Pendidikan dan Teori Menuju
Implementasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Pangastuti R dan Solichah I. 2017. Studi Analisis Manajemen Pengelolaan Kelas
di Tempat Penitipan Anak (TPA) Khadijah Pandegiling Surabaya. Jurnal
Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini.
Vol. 2. No. 2. ISSN : 2502-3519.
Pelceva, J and Dizdaevik. Classroom Management International.
Journal Of Cognitive Research In Science, Engineering and Education. Vol.2
No.1.
Pranandari, dkk. 2016. Korelasi Antara Persepsi Siswa Tentang
Pengelolaan Kelas Hubungan Teman Sebaya (Peer Relationship) dan Hasil Belajar
Siswa Kelas IV SD Negeri Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian dan Pengembangan. Vol.1 No.3. e-ISSN: 2502-471X.
Prasetyaningsih dan Wilujeng I. 2016.
Analisis Kualitas
Pengelolaan Kelas Pembelajaran Sains Pada Smp Ssn Di Kabupaten Pati. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA. Vol. 2. No. 2. ISSN :
2477-2038.
Rindu, Ignatius. 2017. Teacher’s Role In Manging The Class During
Teaching and Learning Proces. Journal Of Linguistel and English Teaching.
Vol.2 No.1 ISSN : 2502-6523.
Rizal. 2014. Clasroom Management In Schools. Journal Of NELTA Suikehat. Vol.4.
Rohani, Ahmad. 2010. Pengelolaan Pengajaran Sebuah Pengantar
Menuju Guru Profesional. Jakarta: Rineka Cipta.
Rukajat, A. 2018. Manajemen Pembelajaran. Yogyakarta: Depublish.
Salabi, Ahmad. 2016. Konsepsi Manajemen Kelas: Masalah dan
Pemecahannya. Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan). Vol.5 e-ISSN:
2548-8376.
Sholikhudin MA dan
Halimatus Sa’diyah. 2017. Model Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran Pai Di Sd
Riyadlul Arkham Tembong Plintahan Pandaan. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 2. No. 2. ISSN
: 2477-8338.
Syaifuddin. 2018. Pengelolaan Pembelajaran Teoritis dan Praktin. Yogyakarta: Depublish.
Tim Knoster. 2014. The Teacher’s Pocket Guide For Effectif Classroom Manajemen Second
Edition. Baltimore, London, Sydney : PAUL. H. BROOKES.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar