MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
FISIKA
“PENGAYAAN”
“PENGAYAAN”
Disusun
Oleh:
1. Erika (A1C317007)
2. Af-
Idati Nurul ‘Ilmi (A1C317017)
3. Agustian
(A1C317049)
Dosen
Pengampu: Dwi Agus Kurniawan, S.Pd,
M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Strategi Belajar
Mengajar Fisika ini.
Pada kesempatan
ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Bapak Dwi Agus
Kurniawan S.Pd., M.Pd. atas segala bimbingan dan arahan selama penyusunan
makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran dan kritikan yang
membangun demi memperbaiki maklah ini.
Harapan penulis
semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi mahasiswa yang membutuhkan.
Aamiin.
Jambi,
November 2018
Penulis
Lampiran 1 Alur Prosedur
Kerja Pembelajaran Remedial dan Pengayaan ............. 36
Lampiran 2 Instruksi Kerja
Penentuan Jenis Program Remedial dan Pengayaan………37
Lampiran 3 Contoh Analisis
Pencapaian Ketuntasan Belajar Per Indikator……………38
Lampiran 4 Contoh Format
Pengayaan …………………………………………….......39
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Siswa mengalami
suatu proses belajar. Dalam perspektif psikologi, belajar adalah merupakan
proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan
perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang.
Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari
belajar. Belajar itu bukan sekedar pengalaman, belajar berlangsung secara aktif
dan integratif dengan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan (Nidawati, 2013: 13).
Secara
alamiah, setiap anak bersifat unik, memiliki keragaman individual, berbeda satu
sama lain dalam berbagai hal, seperti dalam hal kecerdasan (inteligensi),
bakat, kepribadian, dan kondisi jasmani. Berdasarkan keragaman karakteristik
tersebut, perlu dipikirkan model pendidikan yang dapat memfasilitasi perkembangan
anak sesuai dengan keunikan karakteristiknya (Yusuf, 2012: 160).
Dalam
proses pembelajaran di sekolah, tidak semua siswa memiliki kemampuan belajar
yang sama dan tidak semua pembelajaran berjalan dengan baik. Seringkali siswa
mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran tertentu. Sedangkan kita tahu,
semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pengajaran dan
memperoleh hasil maksimal dalam proses pembelajaran.
Menanggapi hal
di atas, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh
pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program
pembelajaran remedial atau perbaikan. Pemberian program pembelajaran
remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan
perbedaan individual peserta didik. Dengan diberikannya pembelajaran remedial
bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta
didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai
tingkat penguasaan.
Sebaliknya, jika
ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi
minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa
program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan berupaya
mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan
masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan
gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik
yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk
membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.
Untuk itu
penyusun menyusun makalah ini agar para pendidik, baik yang berperan sebagai
guru pembimbing mau pun yang berperan sebagai guru mata pelajaran dapat
menerapkan pengajaran remedial dan pengayaan dalam menangani kesulitan dan
masalah masalah yang terdapat pada siswa.
Berdasarkan
latar belakang yang telah kami uraikan, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk
mengetahui pengertian program pengayaan.
2. Untuk
mengetahui konsep program pengayaan.
3. Untuk
mengetahui kaitan KKM dengan pengayaan.
4. Untuk
mengetahui tujuan dan fungsi program pengayaan.
5. Untuk
mengetahui strategi pengayaan.
6. Untuk
mengetahui prosedur kerja pelaksanaan program pengayaan.
Istilah
pengayaan ini sudah menyiratkan “kecukupan”, artinya bahwa siswa yang hendak
diberikan pengayaan itu sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai materi
yang diajarkan. Program pengayaan ini merupakan suatu program belajar yang
disusun dengan menggunakan materi “di atas program standar” untuk para siswa
yang dinilai memiliki kemampuan belajar yang lebih tinggi daripada yang
dituntut oleh program belajar yang standar ( Mukhtar dan Rusmini, 2008: 6).
Dalam
Panduan Remedial dan Pengayaan Sekolah Menengah Atas yang diterbitkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015 menyatakan bahwa Pembelajaran
pengayaan adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang telah
melampaui ketuntasan minimal yang ditentukan oleh pendidik sehingga dapat lebih
optimal.
Menurut
Masbur (2012:356) Pengayaan adalah memperkaya ilmu pengetahuan atau memperluas
ilmu pengetahuan siswa dengan memberi tugas tambahan, baik tugas yang
dikerjakan di rumah maupun tugas yang dikerjakan di kelas.
Menurut Tynan (2005:46) pengayaan
bertumpang tindih dengan akselerasi karena keduanya merupakan kesempatan
mengembangkan bakat anak diluar jalur sekolah yang normal. Tapi program
pengayaan tidak sama dengan akselerasi belajar. Lebih tepatnya program
pengayaan membantu anak anda menjelajahi masalah dengan lebih dalam dan luas
dibandingkan yang biasa mereka dapatkan di sekolah. Biasanya sekolah mengadakan
program pengayaan didalam kurikulumnya, tapi anda tidak mengenalnya sebagai
program pengayaan. Mungkin anda mendengar istilah perjalanan belajar (study tour) ke teater dan tempat
tempat wisata bersejarah atau program
pertukaran pelajar. Semua itu adalah bentuk program pengayaan.
Kegiatan
pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat dalam
memanfaatkan kelebihan waktu yang dimilikinya sehingga mereka memiliki
pengetahuan yang lebih kaya dan keterampilan yang lebih baik. Secara umum
kegiatan pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta
didik yang telah melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum
dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya (Rohmah,2016:42).
Untuk
melayani para siswa yang memiliki kemampuan unggul, dapat dilakukan program
pengayaan, yaitu memberikan tugas-tugas tambahan yang relevan dengan bidang
studi yang diterimanya. Tugas-tugas tambahan itu, seperti membaca buku-buku yang
isinya relevan dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari, dan mengerjakan
soal-soal tambahan. Model pengayaan ini dapat memenuhi harapan atau kebutuhan
siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektualnya, dengan tidak memisahkan
mereka dari teman-teman sekelasnya (Yusuf ,2012: 171).
2.1.2 Konsep Pengayaan
Menurut Nurhayati
(2010:2) dalam Antari (2017: 3) Mengingat kecepatan
tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, dalam pembelajaran
terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai
dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara, pembelajaran
berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian
kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari
prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya pengajaran pengayaan sebagai
bagian tidak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.
Peserta didik yang sudah melampaui
ketuntasan belajar maka perlu diberikan tambahan pengetahuan dan atau pengalaman pembelajaran yang lebih dibanding
mereka yang belum mencapai ketuntasan minimal yang ditetapkan. Dalam hal ini,
guru mesti menyiapkan program pembelajaran pengayaan yang mendukung
perkembangan peserta didik ke arah yang lebih baik. Agar pembelajaran pengayaan
dapat bermakna bagi siswa maka perlu diperhatikan beberapa prinsip, sebagaimana
dipaparkan oleh Khatena (1992), yakni inovasi, kegiatan yang memperkaya,
memperkenalkan metodologi yang luas dan lebih kaya. Guru dituntut untuk
berinovasi dengan tetap memperhatikan kekhasan peserta didik, karakteristik
kelas serta lingkungan hidup dan budaya peserta didik. Pembelajaran pengayaan
antara satu peserta didik dengan peserta didik lain bisa jadi berbeda,
tergantung minat dan karakteristik peserta didik tersebut. Pembelajaran
pengayaan juga mesti ditujukan dalam rangka memperkaya pengetahuan, pengalaman,
dan wawasan peserta didik. Pembelajaran pengayaan bersifat menyenangkan,
membangkitkan minat, mengajak berpikir kritis, dan meningkatkan daya imajinasi.
Apa yang disebutkan terakhir, yakni meningkatkan imajinasi,memang jarang
disebut, meski sebenarnya sangat penting dalam mengembangkan ilmu-ilmu sains
yang telah dikuasai (Nugroho, 2018: 62-63).
Menurut Akbar (2010: 54-61) Anak
berbakat sangat membutuhkan kedalaman bidang pelajaran. Pendidik harus
mengarahkan pada kebutuhan melalui pengayaan (enrichment) yang cenderung menjadi suatu tambahan superfisial dalam
kurikulum. Enrichment (pengayaan)
dilakukan berdasarkan pada karakteristik siswa. Program pengayaan memiliki
tujuan untuk mendukung kurikulum siswa secara lebih dalam dan luas, dari pada kurikulum
yang ada pada umumnya.
According
to Hattie,
et al (1996:105).Instrumental Enrichment
was initially developed to cater to the learning needs of culturally and
economically deprived adolescents who were failing at school. Its emphasis is
on active student participation, with much independent work and discussion,
concentrating on basic cognitive processes, problem solving tactics, and
motivational factors. Curriculum content is deliberately excluded; instead,
there is an emphasis on teaching thinking about thinking, learning about
learning, and cognitive and metacognitive processes. There is a battery of
curriculum material with titles such as "organization of dots,"
"analytic perception," "orien- tation in space," "family
relations," "comparisons," "classification,"
"numerical progressions," "stencil design," "temporal
relations," "transitive relations," and "syllogisms."
These exercises are aimed at nurturing learning sets and systematic data-gathering
behavior, developing skills in comparative analysis to improve relational
insights, and removing attitudinal inhibitions that often operate in low-
achieving adolescents. It is claimed that none of the Instrumental Enrichment
tasks are designed to "teach to the test."
Terjemahan:
Menurut Hattie, dkk (1996:105) Pengayaan
Instrumental pada awalnya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan belajar remaja
yang kehilangan budaya dan ekonomi yang gagal di sekolah. Penekanannya adalah
pada partisipasi siswa aktif, dengan banyak kerja independen dan diskusi,
berkonsentrasi pada proses kognitif dasar, taktik pemecahan masalah, dan faktor
motivasi. Konten kurikulum sengaja dikeluarkan; sebaliknya, ada penekanan pada
pengajaran berpikir tentang berpikir, belajar tentang belajar, dan proses kognitif
dan metakognitif. Ada baterai bahan kurikulum dengan judul seperti
"organisasi titik," "persepsi analitik," "orientasi di
ruang," "hubungan keluarga," "perbandingan,"
"klasifikasi," "perkembangan numerik," "stensil
desain, "" hubungan sementara, "" hubungan transitif,
"dan" silogisme. " Latihan-latihan ini bertujuan untuk memupuk
set pembelajaran dan perilaku pengumpulan data yang sistematis, mengembangkan
keterampilan dalam analisis komparatif untuk meningkatkan wawasan relasional,
dan menghilangkan hambatan sikap yang sering beroperasi pada remaja berprestasi
rendah. Diklaim bahwa tidak ada tugas Pengayaan Instrumental yang dirancang
untuk "mengajar untuk ujian."
Menurut Mukhtar dan Rusmini (2008:
66-67) Program pengayaan diberikan kepada seorang atau sekelompok siswa yang
telah menyelesaikan tugas belajarnya dengan waktu yang lebih singkat dari waktu
yang telah ditentukan dan dari waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh
teman-temannya yang lain. Siswa atau sekelompok siswa yang tanpa tugas bisa
mengganggu teman-temannya yang lain yang sedang mengerjakan tugas. Ini bisa
menimbulkan masalah. Karena itu, berikanlah siswa atau sekelompok siswa
tersebut kesibukan yang bermanfaat untuk mengisi waktu kosongnya. Hal ini juga
bisa mereka rasakan sebagai suatu hadiah dari keberhasilan belajarnya.
Menurut Antari (2017:3) Pengajaran
pengayaan menjadi satu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan lebih dari siswa
berkebutuhan khusus, seperti yang memiliki kemampuan di atas rata-rata (sesuai
tes IQ), maupun kemampuan di atas rata-rata kelompoknya. Pengajaran pengayaan
lahir sebagai respon (jawaban) terhadap adanya keunikan kemampuan peserta
didik. Keunikan ini bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Keunikan
kuantitatif, yaitu keunikan berdasarkan tes IQ, sedangkan keunikan kualitatif
yaitu sesuai dengan kelompok belajarnya masing-masing. Karena keunikan yang
bersifat individual itulah kemudian muncul siswa yang memiliki kemampuan di
atas rata-rata, maka di sinilah pengajaran pengayaan dibutuhkan. Hal ini
menunjukkan bahwa pengajaran remedial maupun pengayaan tidak bergantung pada
status standar sekolahnya, namun lebih difokuskan pada kebutuhan anak dalam
konteks individual.
According to Renzuli, dkk (2014) enrichment clusters are student centered
directed by student interest and the development of autenthic products for real
audiences and based on both common sense and research challenging the assertion
that important intellectual growth can only be charted though an information
transfer and standardized testing approach to education (Gentry, reis, &
moran, 1999 ; reis & gentry, 1998)
Menurut Renzuli, dkk (2014) kelompok
pengayaan adalah siswa yang belajar berpusat oleh minat siswa dan pengembangan produk autentik untuk audiens
yang nyata dan berdasarkan pada akal sehat dan penelitian yang menantang
pernyataan bahwa pertumbuhan intelektual yang penting hanya dapat dipetakan
melalui transfer informasi dan pendekatan pengujian standar untuk pendidikan (Gentry,
reis , & moran, 1999; reis & gentry, 1998).
2.1.3 Kaitan KKM dengan
Pengayaan
Menurut Pangastikawati (2017:2) Proses pembelajaran memiliki standar
penilaian yang ditetapkan oleh pemerintah yang tercantum dalam Badan Standar
Penilaian (BSNP). Hasil dari proses penilaian kemudian ditafsirkan yang
beracuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil dari penilaian terdapat 2
macam yaitu hasil penilaian dibawah KKM dan diatas KKM. Hasil penilaian dibawah
KKM akan mengikuti program remedial dan hasil penilaian diatas KKM akan
mengikuti program pengayaan.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 disebutkan bahwa salah satu prinsip penilaian
dalam kurikulum 2013 adalah beracuan kriteria. Hal ini berarti bahwa penilaian
didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu, satuan pendidikan harus menetapkan Ketuntasan Belajar Minimal (KKM) setiap
mata pelajaran sebagai dasar dalam menilai pencapaian kompetensi peserta didik. Penetapan ketuntasan belajar minimal belajar
merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian proses pembelajaran dan penilaian
hasil belajar (Nuraisiah, 2017: 1).
Dalam Mardapi, dkk (2015: 39) Saat ini,
kurikulum yang digunakan pemerintah yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) ataupun kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi. Pada
kurikulum ini, siswa dikatakan berhasil jika telah menguasai kompetensi
tertentu yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Indikator bahwa siswa telah
menguasai kurikulum yakni kemampuan hasil belajar yang diukur telah mencapai
kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan, bahkan sebaiknya
melampaui KKM. Dengan KKM ini, siswa
yang telah berhasil dapat melanjutkan belajar untuk dapat menguasai kompetensi
selanjutnya, dan yang belum menguasai dapat memperdalam yang belum dikuasai
melalui remidi. Hal ini menunjukkan pentingnya KKM dalam menentukan
keberlanjutan belajar peserta didik (Mardapi, Hadi & Retnawati, 2014a,
Mardapi, Hadi & Retnawati, 2014b).
Selama ini, kriteria ketuntasan minimal
atau dalam istilah pengukuran sering disebut dengan batas lulus (cut of score)
ditentukan menggunakan kebijakan. Sekolah menentukan KKM yang cukup tinggi
ketuntasan ulangan harian atau untuk kelulsan ujian sekolah, misalnya 7,5.
Nilai ini ditetapkan oleh musyawarah guru berdasarkan intake, kompleksitas, dan
daya dukung yang dimiliki sekolah.
Adanya penetapan KKM tersebut
menyebabkan terjadinya dua macam kegiatan tambahan yaitu kegiatan remedial dan
pengayaan. Pengayaan merupakan kegiatan tambahan yang diberikan kepada peserta
didik yang telah mendapatkan nilai di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM)
yang telah ditetapkan. Kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan berbagai cara
antara lain dengan memberikan tugas, materi ataupun soal tambahan kepada
peserta didik. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat saat ini, hendaknya tenaga pendidik mampu memanfaatkan
perkembangan teknologi tersebut menjadi sebuah inovasi baru dalam pembelajaran
misalnya dengan menerapjannya pada kegiatan pengayaan (Meikasari dan Listiadi,
2016: 2).
Pengayaan merupakan
program pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang telah melampaui
KKM. Fokus pengayaan adalah pendalaman dan perluasan dari kompetensi yang
dipelajari. Pengayaan biasanya diberikan segera setelah peserta didik diketahui
telah mencapai KKM berasarkan hasil PH. Pembelajaran pengayaan biasanya hanya
diberikan sekali, tidak berulang kali sebagaimana pembelajaran remedial.
Pembelajaran pengayaan umumnya tidak diakhiri dengan penilaian. Bentuk
pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan dengan belajar mandiri atau
kelompok (Malawi, dkk, 2018: 231).
2.1.4
Tujuan dan Fungsi Pengayaan
Menurut Masbur (2012 : 352) Fungsi pengayaan yaitu dapat memperkaya
proses belajar mengajar. Pengayaan dapat melalui atau terletak dalam segi
metode yang dipergunakan dalam pengajaran remedial sehingga hasil yang
diperoleh lebih banyak, lebih dalam atau dengan singkat prestasi belajarnya
lebih kaya. Adanya daya dukung fasilitas teknis, serta sarana penunjang yang
diperlukan. Sasaran pokok fungsi ini ialah agar hasil remedial itu lebih
sempurna dengan diadakannya pengayaan.
Menurut (Usman: 1993) dalam Antari (2017:3)
Secara umum tujuan program pengayaan untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan
terhadap materi yang sedang atau telah dipelajarinya serta agar siswa dapat
belajar secara optimal baik dalam hal pendayagunaan kemampuannya maupun
perolehan dari hasil belajar.
Dalam Panduan Remedial dan Pengayaan
Sekolah Menengah Atas yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2015 menyatakan bahwa Pembelajaran pengayaan merupakan
pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran
baru bagi peserta didik yang telah mencapai ketuntasan sehingga mereka dapat
mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran
pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas,
keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb.
Menurut Mukhtar dan Rusmini (2008: 2-3)
menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan terhadap program belajar tuntas dengan
program perbaikan (remedial) dan program pengayaan (enrichment) di dalamnya, menunjukkan bahwa para siswa yang
mengikuti program ini secara umum dapat belajar dengan lebih baik dan memiliki
tingkat pencapaian yang lebih tinggi, serta mereka mempunyai rasa percaya diri
terhadap kemampuan belajar dan keberadaan diri mereka sebagai pelajar.
Program pengayaan berupaya mengembangkan
keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah,
eksperimen, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dan
sebagainya. Pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang lebih
cepat menguasai materi dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk
membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya (Triutami,2017:371-372).
According to Wu (2013 :2-3) Enrichment “refers to richer and more
varied educational experiences, a curriculum that is modified to provide
greater depth and breadth than is generally provided” (Davis & Rimm, 2004,
p.120). Such programs are supposed to broaden classroom activities and
curriculum, and to include more material and information that is not in regular
classroom study (Piirto, 1999). Davis and Rimm (2004) provide a useful list of
categories concerning enrichment programs as follows:
· Maximum achievement basic skills,
based on needs, not age.
· Content and resources beyond the
prescribed curriculum.
· Exposure to a variety of fields of
study.
· Student‐selected content, including
in‐depth studies.
· High content complexity- theories,
generalizations, applications.
· Creative thinking and problem
solving.
· Higher‐level thinking skills,
critical thinking, library and research skills.
· Affective development, including
self‐understanding and ethical
development.
· Development of academic motivation,
self‐direction, and high career aspirations.
· Development of computer skills.
In
order to challenge students and encourage the growth of giftedness and talent,
appropriate enrichment program design is very important, and additional
resources, material and information are particularly critical to these gifted
students learning under heterogeneous settings (Schiever & Maker, 2003). No
matter what type of enrichment programs a school can offer to the gifted, it is
essential for school administrators and teachers to be aware of the needs of
these students, and to be well‐equipped with skills and strategies on how to
implement such enrichment programs. Within regular classrooms or after school
activities, these programs can certainly provide students with various
opportunities to extend their learning experience. It can help foster their
learning interests, nurture their giftedness and talents in one or more
different areas, develop expertise in certain areas, and increase their
achievements (Roberts, 2005).
Terjemahan:
Menurut Wu (2013 :2-3) Pengayaan "mengacu
pada pengalaman pendidikan yang lebih kaya dan lebih bervariasi, kurikulum yang
dimodifikasi untuk memberikan kedalaman dan keluasan yang lebih besar daripada
yang umumnya disediakan" (Davis & Rimm, 2004, p.120). Program-program
semacam itu dimaksudkan untuk memperluas kegiatan dan kurikulum kelas, dan
untuk memasukkan lebih banyak materi dan informasi yang tidak ada dalam
pembelajaran dalam kelas biasa (Piirto, 1999). Davis dan Rimm (2004) memberikan
daftar kategori yang berguna mengenai program pengayaan sebagai berikut:
·
Pencapaian maksimum keterampilan dasar,
berdasarkan kebutuhan, bukan usia.
·
Konten dan sumber daya di luar kurikulum
yang ditentukan.
·
Paparan berbagai bidang studi.
·
Konten yang dipilih siswa, termasuk pendalaman
studi.
·
Kompleksitas konten yang tinggi- teori,
generalisasi, dan aplikasi.
·
Pemikiran kreatif dan pemecahan masalah
·
Keterampilan berpikir tingkat tinggi,
berpikir kritis, perpustakaan, dan keterampilan penelitian
·
Pengembangan afektif, termasuk pemahaman
diri dan pengembangan etika
·
Pengembangan motivasi akademik, pengarahan
diri-sendiri, dan aspirasi karir yang tinggi
·
Pengembangan keterampilan komputer.
Untuk menantang siswa dan mendorong
pertumbuhan minat dan bakat, desain program pengayaan yang tepat sangat
penting, dan sumber daya tambahan, materi dan informasi sangat penting untuk
siswa berbakat ini belajar di bawah pengaturan heterogen (Schiever & Maker,
2003). Tidak peduli apa pun jenis program pengayaan yang dapat ditawarkan
sekolah kepada yang berbakat, penting bagi administrator sekolah dan guru untuk
menyadari kebutuhan siswa-siswa ini, dan untuk dilengkapi dengan keterampilan
dan strategi tentang cara menerapkan program pengayaan tersebut. Dalam ruang
kelas reguler atau kegiatan setelah sekolah, program-program ini tentu dapat
memberikan siswa dengan berbagai kesempatan untuk memperluas pengalaman belajar
mereka. Ini dapat membantu menumbuhkan minat belajar mereka, membina bakat dan
bakat mereka dalam satu atau lebih bidang yang berbeda, mengembangkan keahlian
di bidang-bidang tertentu, dan meningkatkan prestasi mereka (Roberts, 2005).
According
to Marilyn
Murphy (2014:188) Learning analytics may
also have the potential to identify more quickly which enrichment programs are
working if an enrichment program is
provided to elementary school students, any evidence of its effect on high
school dropout rates of collage attendance is a distant prospect.
Terjemahan:
Menurut Marilyn Murphy (2014:188) Analisis
pembelajaran mungkin juga memiliki potensi untuk mengidentifikasi lebih cepat
program pengayaan mana yang berfungsi jika program pengayaan disediakan untuk
siswa sekolah menengah, setiap bukti pengaruhnya terhadap angkaputus sekolah
yang tinggi dari kehadiran kolase adalah prospek yang jauh.
According
to Renzulli,dkk
(2014) The specific skilss that are the
goals of high end learning include developing the ability to :
· Find and focus a problem that has
personal relevance to the individual or group.
· Distinguish between
problem-specific, relevant, and irrelevant information, identify bias in
information sources, and transform factual information into usable knowledge
that will help solve the problem;
· Plan tasks that address the
problem, sequance events in their most logical and practical order for
attacking the problem, and consider alternative courses of action and their
possible consequences;
· Monitor one’s understanding at each
level involvement and assess the need for gathering more advanced-level information(content)
methodological skills (process), and human or material resources.
· Notice patterns, relationship, and
discrepancies in the information gathered and use this information to refine
tasks for addressing the problem and drawing comparisons and analogies to other
problems;
· Generate reasonable arguments and
explanations for each decision and course of action;
· Predict outcomes : apportion time,
money, and resources; value the contributions of others to the collective
effort : and work cooperatively for the common good of the group;
· Examine ways in which
problem-solving strategies from one situation can be adopted in or adopted to
other problem-solving situations (transfer of learning;) and
· Communicate in lively and
professional wasy to different audiences and in different genres and formats .
Menurut
Renzulli,dkk (2014: ) Keterampilan khusus yang merupakan tujuan dari
pembelajaran tingkat tinggi termasuk mengembangkan kemampuan untuk:
· Menemukan
dan memfokuskan masalah yang memiliki relevansi pribadi dengan individu atau
kelompok
· Membedakan
antara informasi yang spesifik-masalah, relevan, dan tidak relevan,
mengidentifikasi bias dalam sumber informasi, dan mengubah informasi faktual menjadi pengetahuan yang dapat digunakan yang
akan membantu memecahkan masalah.
· Merencanakan
tugas yang menangani masalah, membungkam peristiwa dalam urutannya yang paling
logis dan praktis untuk menyerang masalah, dan mempertimbangkan berbagai
tindakan alternatif dan konsekuensi yang mungkin terjadi.
· Pantau
pemahaman seseorang di setiap tingkat keterlibatan dan nilai kebutuhan untuk
mendapatkan lebih banyak informasi tingkat lanjutan (konten) keterampilan
metodologis (proses), dan sumber daya manusia atau material.
· Perhatikan
pola, hubungan, dan perbedaan dalam informasi yang dikumpulkan dan gunakan
informasi ini untuk menyaring tugas-tugas untuk mengatasi masalah dan
menggambar perbandingan dan analogi dengan masalah lain
· Menghasilkan
argumen dan penjelasan yang masuk akal untuk setiap keputusan dan tindakan
· Memprediksi
hasil: waktu penampakan, uang, dan sumber daya: menghargai kontribusi orang
lain untuk upaya kolektif: dan bekerja secara kooperatif untuk kebaikan bersama
kelompok
· Memeriksa
cara-cara di mana strategi pemecahan masalah dari satu situasi dapat diadopsi
atau diadopsi untuk situasi penyelesaian masalah lainnya (transfer
pembelajaran) dan,
· Berkomunikasi
dengan kehidupan dan profesional untuk berbagai audian yang berbeda dan dalam
genre dan format yang berbeda.
According to Stake
and Mares (2001: 1067) Science enrichment
programs generally have been effective in increasing science knowledge and
mastery in groups of general students (Bazler et al., 1993; Houtz, 1995;Burkam
et al., 1997; Freedman, 1997), female students (Bazler et al., 1993; Houtz,
1995), and gifted students (Tassel-Baska & Kulieke, 1987; Lynch, 1992;
Gallagher, 1993; Pyryt et al.,1993). However, the effectiveness of these
programs for improving science attitudes andincreasing aspirations for science
careers is much less certain. Programs that have brought aboutgains in science
achievement have bgenerally not shown evidence of positive impact in the
affective realm (Houtz, 1995; Dechsri, Jones, & Heikkinen, 1997; Freedman,
1997), and other programs designed to improve attitudes toward science have
yielded disappointing results (Kelly, 1988; Bazler et al., 1993; Harwood &
McMahon, 1997). Because science attitudes are strongly related to long-term
science achievement (Weinburgh, 1995), the promotion of positive science
attitudes is critically important.
Terjemahan:
Menurut
Stakes dan Mares (2001: 1067) Program pengayaan ilmu pengetahuan pada umumnya
telah efektif dalam meningkatkan ilmu pengetahuan pengetahuan dan penguasaan
dalam kelompok mahasiswa umum (Bazler et al., 1993; Houtz, 1995; Burkam et al.,
1997; Freedman, 1997), siswa perempuan (Bazler et al., 1993; Houtz, 1995), dan
siswa berbakat (Rumbai-Baska & Kulieke, 1987; Lynch, 1992; Gallagher, 1993;
Pyryt et al., 1993). Namun, efektivitas program-program ini untuk meningkatkan
sikap sains dan meningkatkan aspirasi untuk karir sains jauh kurang pasti.
Program yang telah menghasilkan keuntungan dalam pencapaian sains secara umum
tidak menunjukkan bukti adanya dampak positif pada ranah afektif (Houtz, 1995;
Dechsri, Jones, & Heikkinen, 1997; Freedman, 1997), dan lainnya program
yang dirancang untuk meningkatkan sikap terhadap sains telah menghasilkan hasil
yang mengecewakan (Kelly, 1988; Bazler et al., 1993; Harwood & McMahon,
1997). Karena sikap sains sangat terkait dengan pencapaian sains jangka panjang
(Weinburgh, 1995), promosi positif sikap sains sangat penting.
1.
Identifikasi
Kemampuan Berlebih
Dalam
Panduan Remedial dan Pengayaan Sekolah Menengah Atas yang diterbitkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015 menyatakan bahwa Identifikasi
kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta
tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara
lain meliputi:
a.
Belajar lebih cepat
Peserta didik yang
memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan
kompetensi (KI/KD) mata pelajaran tertentu.
b.
Menyimpan informasi lebih mudah
Peserta
didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki
banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses
untuk digunakan.
c.
Keingintahuan yang tinggi
Banyak
bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki
hasrat ingin tahu yang tinggi.
d.
Berpikir mandiri
Peserta
didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri
serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.
e.
Superior dalam berpikir abstrak
Peserta
didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan
masalah.
f.
Memiliki banyak minat
Mudah termotivasi untuk meminati masalah
baru dan berpartisipasi
dalam banyak kegiatan.
dalam banyak kegiatan.
Menurut Renzulli dan Hartman (1971) dalam Yusuf,
dkk (2003: 18-19) menyatakan bahwa Skala penilaian karakteristik tingkah laku
anak berbakat berdasarkan 4 kategori, yaitu karakteristik belajar,
karakteristik motivasi, karakteristik kreativitas, dan karakteristik
kepemimpinan. Masing-masing kategori mempunyai ciri dan tingkah laku yang lebih
menonjol dibandingkan anak-anak yang tidak berbakat.
1.
Karakteristik yang menonjol dalam
belajar, misalnya menguasai jumlah kosakata yang luar biasa, memiliki
pengetahuan yang luas, cepat memahami hubungan sebab akibat, mudah menangkap
pelajaran, banyak membaca sendiri, dan sebagainya.
2.
Karakteristik yang menonjol dalam
motivasi, antara lain terlihat serius menghadapi topik tertentu, mudah bosan
dengan tugas dengan tugas rutin, tekun, ulet, tahan lama dalam menghadapi
tugas, selalu berusaha mencapai prestasi tinggi.
3.
Karakteristik kepemimpinan yang menonjol
adalah mudah bekerja sama dengan orang lain, rasa tnggung jawab yang besar,
dapat mempengaruhi teman-temannya, mudah menyesuaikan diri sehingga dipilih
untuk memimpin kegiatan, dan sebagainya.
4.
Karakteristik kreativitas yang menonjol
adalah banyak mengemukakan gagasan, mudah menyesuaikan gagasan dengan keadaan
yang ada serta sering mempunyai gagasan yang baru dan orisinal.
Menurut Dedi Supriadi (1992) dalam Yusuf
(2012: 164) dari berbagai studi para ahli ditemukan, bahwa anak-anak berbakat
memiliki karakteristik belajar yang berbeda dengan anak-anak normal.
Karakteristik belajar mereka itu sebagai berikut.
a.
Memiliki kelebihan yang menonjol dalam
kosa kata
b.
Memiliki informasi yang kaya (luas)
c.
Cepat menguasai bahan pelajaran
d.
Cepat dalam memahami hubungan antar
fakta
e.
Mudah memahami dali-dalil atau
formula-formula
f.
Memiliki ketajaman dalam menganalisis
sesuatu
g.
Gemar membaca (sering membaca banyak
bacaan)
h.
Peka terhadap situasi yang terjadi di
sekelilingnya
i.
Bersikap kritis
j.
Memiliki rasa ingin tahu yang sangat
besar.
2.
Teknik
Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui: tes IQ,
tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb.
a. Tes
IQ (Intelligence Quotient),yaitu tes
yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. Dari tes ini
dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal,
intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.
b. Tes
Inventori, yaitu tes yang digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data
mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb.
c. Wawancara
dilakukan melalui interaksi lisan engan peserta didik untuk menggali lebih
dalam mengenai program pengayaan yang dinimati.
d. Pengamatan
(observasi), dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar
peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun
tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk peserta didik.
3.
Implementasi
Bentuk-bentuk
pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan secara lain melalui:
a. Belajar
kelompok, yaitu sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan
pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu
teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai
ketuntasan.
b. Belajar
mandiri, yaitu secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang
diminati.
c. Pembelajaran
berbasis tema, yaitu memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta
didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.
d. Pemadatan
kurikulum, yaitu pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang
belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta
didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara
mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing.
Menurut Mukhtar dan Rusmini (2008: 67)
Kegiatan pengayaan ini ada dua macam, yaitu:
a. Pengayaan
horizontal, yaitu upaya memberikan tugas sampingan yang akan memperkaya
pengetahuan seorang siswa mengenai materi yang sama, karena dalam suatu kelas,
siswa dan teman-temannya yang memiliki perbedaan tingkat pengetahuan, mungkin
akan merasa bosan atau jenuh bila seorang guru tetap menerrangkan bahan yang
sudah dikuasainya.
b. Pengayaan
vertikal, yaitu kegiatan pengayaan yang berupa peningkatan dari tingkat
pengetahuan yang akan diajarkan, sehingga siswa maju dari satuan pelajaran yang
sedang diajarkan ke satuan pelajaran berikutnya menurut kemampuan dan
kecepatannya sendiri.
Dengan kata lain,
program pengayaan ini pada prinsipnya merupakan pemberian kesempatan kepada
siswa yang pandai untuk meningkatkan pengetahuannya dengan cara dan kecepatan
yang sesuai dengan kemampuannya, dapat berupa penugasan membantu teman yang
masih mengalami kesulitan atau berbagai kegiatan perseorangan seperti:
a. Menerapkan
konsep yang telah dipelajarinya ke dalam situasi baru yang konkret, bisa
ditindaklanjuti dengan pengadaan benda-benda atau penciptaan alat-alat yang
cara pembuatannya dapat dipelajarin dalam materi yang disajikan.
b. Memperdalam
pengetahuannya mengenai konsep-konsep dari materi yang diajarkan dengan jalan
menggali lebih lanjut mengenai aspek-aspek lainnya.
c. Melakukan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan materi pelajaran dalam paket belajar,
maupun kegitan yang tidak berhubungan dengan materi pelajaran dalam paket
belajar, tetapi masih dalam bidang studi
yang sama, atau dalam bidang studi yang berlainan.
Menurut Nugroho (2018: 62-63) Adapun
jenis-jenis pembelajaran pengayaan bisa berupa kegiatan eksploratori,
keterampilan proses, dan bisa pula berupa pemecahan masalah. Kegiatan
eksploratori dirancang guru untuk disajikan kepada peserta didik. Kegiatannya
bisa berupa peristiwa sejarah, buku, narasumber, penemuan, uji coba, yang
secara regular tidak tercakup dalam kurikulum. Sementara keterampilan proses
yakni kegiatan yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan
pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk
pembelajaran mandiri. Sedangkan jenis pembelajaraan pengayaan pemecahan masalah
diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi
berupa pemecahan masalah nyata dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif berupa
penelitian ilmiah.
Menurut Howlay dan Pendarvis (1986)
dalam hawadi, 2001 dalam Akbar (2010), terdapat tiga pendekatan pengayaan,
yaitu orientasi proses , orientasi isi, dan orientasi produk.
Pendekatan yang berorientasi proes
dibuat untuk mengembangkan proses mental siswa, yang dalam beberapa kasus,
hasil kreativitasnya baik. Siswa biasanya diberi langkah langkah dari satu atau lebih komponen model, yang
diterapkan dalam keterampilan melalui penggunaan pusat pusat belajar, seperti
diskusi yang menarik atau melakukan studi yang bebas mengambil topic-topik
sesuai minat.
Pendekatan orientasi isi pada pengayaan
menekankan presentasi dari bidang isi. Umumnya, kurikulum matematika, sains,
bahasa dan ilmu social disajikan dengan lebih luas dan mendalam bila
dibandingkan dengan kurikulum regular.
Pendekatan orientasi produk lebih
menekankan hasil atau produk pengajaran daripada proses da nisi. Produk produk
tersebut antara lain berupa laporan, novel, dan lukisan.
Menurut Akbar dan Hawadi (2010: 60-62),
ada beberapa model pengayaan, yaitu model Renzulli, model IPPM Treffinger,
model purdue Three-stage, dan model Antonomous learner.
1) Model
Renzulli
Model pengayaan Renzulli (1997) dibuat
untuk menyediakan variasi pengalaman pengayaan. Model ini menyediakan tiga tipe
pengayaan yang mendukung pegalaman dan proses latihan untuk semua siswa
disekolah. Siswa berbakat akan merespon pengalaman mereka dalam memecahkan
masalah nyata, yang selanjtnya akan mengembangkan produk nyata. Tiga tipe tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pengayaan
tipe I yang melibatkan pengalaman secara umum.
Pengayaan tipe I ini menunjukkan kepada siswa tentang topik-topik baru,
gagasangagasan dan pengetahuan yang tidak tertulis dari kurikulum regular.
b. Pengayaan
tipe II lebih menekankan pada kegiatan latihan kelompok. Latihan kelompok ini
merupakan suatu kegiatan yang dirancang untuk mengembangkan proses kognisi dan
afeksi. Kegiatan ini diterapkan pada seluruh siswa, bukan hanya siswa berbakat.
c. Pengayaan
tipe III digunakan untuk meneliti individu dan kelompok kecil pada masalah
nyata. Kegiatan pengayaan tipe ini biasanya diterapkan pada kelas khusus dan
ditangani oleh guru-guru yang memang dilatih secara khusus untuk anak berbakat.
2) Model
IPPM Treffinger
Model
ini lebih menekankan pada proses identifikasi untuk merencanakan program studi
individu anak berbakat berdasarkan bakat, kekuatan, dan minatnya. Model ini
juga menekankan pengembangan keterampilan secara bebas dan keberbakatan yang
mandiri
3) Model
Purdue Three-stage
Model
ini dikembangkan oleh Feldhusen dan Kollof (1979). Model ini diterapkan dalam
ruang khusus dengan kelompok kecil antara 8-15 anak berbakat. Anak mengikuti
kurikulum yang difokuskan pada keterampilan berpikir dan dasar-dasar suatu mata
pelajaran.
4) Model
Antonomous Learner
Model
ini dikembangkan oleh Betts (1986). Model ini berusaha untuk menemukan
kebutuhan akademik, social, emosional anak berbakat, yang bertujuan untuk
menjamin kebebasan anak berbakat dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.
According
to Guidance
(2004: 11) To challenge higher-achieving
pupils you can:
1.
Encourage
them to move beyond what they can actually see, to what it implies or means, thus making more abstract
or generalised links;
2.
Ask
groups to make a case for something in the image – different groups of pupils
can be given different or opposing cases;
3.
Ask
groups to put a number of images in a time or causal sequence.
Identifying
successful thinking Levels of response or staged success criteria can be used
to support you in shortand medium-term planning for progression.
1.
Connections
are made but are largely unsubstantiated or inaccurate.
2.
One
or two relevant connections are made relating to visible features in the image,
but there are problems in explaining the connection. Cannot produce a reasoned
title.
3.
Three
or more direct connections are made relating to visible features in the image,
but there are still weaknesses in explaining the connections. Difficulty in
producing a title.
4.
A
number of relevant connections are made and explained adequately with some
linkage between the points. Able to generate a justifiable title or heading.
Often able to describe basic processes used.
5.
Inferences
or deductions are made beyond the direct connections. Use is made of wider
knowledge, and some connections are likely to use higher-order or abstract
concepts and thus be more generalised. May generate alternative explanations or
interpretations. Can describe processes used in some detail.
6.
Can
do all of the above but also shows an awareness of an overall strategy to
complete the task, i.e. has gone from ‘this is how I did the task’ to a more
generalised ‘this is how you tackle tasks like this’.
In
progressing through these levels pupils would also be improving their skills in
analysing part/whole relationships, and asking questions. In certain contexts
they might also develop the skills of suggesting hypotheses and applying imagination.
Terjemahan:
Menurut
Guidance (2004: 11) Untuk menantang siswa berprestasi lebih tinggi Anda dapat:
1. Dorong mereka untuk bergerak melampaui apa yang
sebenarnya bisa mereka lihat, makna dan fungsinya, sehingga membuat lebih
banyak hubungan yang abstrak atau umum;
2. Minta kelompok untuk membuat suatu kasus dalam
gambar - kelompok siswa yang berbeda dapat diberikan kasus yang berbeda atau
berlawanan;
3. Minta kelompok untuk menempatkan sejumlah
gambar dalam suatu waktu atau urutan kausal.
Mengidentifikasi kesuksesan berpikir melalui
tingkat respons atau kriteria keberhasilan yang dipentaskan dapat digunakan
untuk mendukung Anda dalam perencanaan jangka pendek dan menengah untuk
pengembangan.
1.
Hubungan
dibuat tetapi sebagian besar tidak berdasar atau tidak akurat.
2.
Satu atau
dua hubungan yang relevan dibuat berkaitan dengan fitur-fitur yang terlihat
dalam gambar, tetapi ada masalah dalam menjelaskan koneksi. Tidak dapat
menghasilkan judul yang masuk akal.
3.
Tiga atau
lebih hubungan langsung dibuat berkaitan dengan fitur-fitur yang terlihat dalam
gambar, tetapi masih ada kelemahan dalam menjelaskan hubungan. Kesulitan dalam
menghasilkan judul.
4.
Sejumlah
hubungan yang relevan dibuat dan dijelaskan secara memadai dengan beberapa
keterkaitan di antara titik-titik. Mampu menghasilkan judul atau judul yang
dapat dibenarkan. Seringkali mampu menggambarkan proses dasar yang digunakan.
5.
Kesimpulan
atau deduksi dibuat di luar hubungan langsung. Penggunaan dibuat dari pengetahuan
yang lebih luas, dan beberapa hubungan cenderung menggunakan konsep orde tinggi
atau abstrak dan dengan demikian lebih umum. Dapat menghasilkan penjelasan atau
interpretasi alternatif. Dapat menggambarkan proses yang digunakan dalam
beberapa detail.
6.
Dapat
melakukan semua hal di atas tetapi juga menunjukkan kesadaran akan keseluruhan
strategi untuk menyelesaikan tugas, yaitu telah berubah dari 'begini cara saya
melakukan tugas' menjadi lebih umum 'begini cara Anda menangani tugas seperti
ini'. Dalam perkembangan melalui tingkat ini, siswa juga akan meningkatkan
keterampilan mereka dalam menganalisis sebagian / keseluruhan hubungan, dan
mengajukan pertanyaan. Dalam konteks tertentu, mereka mungkin juga
mengembangkan keterampilan menyarankan hipotesis dan menerapkan imajinasi.
Penilaian hasil belajar kegiatan
pengayaan tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam
bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta
didik yang normal.
Menurut Yusuf (2012: 168) Portofolio merupakan kumpulan
hasil-hasil karya atau prestasi siswa (seperti tugas-tugas, lukisan hasil tes,
dan piagam-piagam) dari sekolah, atau masyarakat.
Menurut Suprijono (2013: 143) Dalam
melakukan penilaian portofolio harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Orisinal,
artinya karya yang dihasilkan peserta didik bukan hasil plagiat atau jiplakan.
2. Kredibilitas,
artinya antara guru dan peserta didik harus saling percaya baik dalam proses
penilaian maupun dalam proses menjaga rahasia tentang pengumpulan informasi
hasil belajar (bukan nilai), karya atau tugas belajar peserta didik sehingga
tidak bocor ke pihak lain yang memungkinkan berdampak negatif pada poses
belajar, penilaian bahkan pendidikan.
3. Joint Ownership,
antara guru dan peserta saling merasa memiliki berkas-berkas maupun
dokumen-dokumen portofolio sehingga ada upaya dari peserta didik untuk terus
memperbaiki hasil karyanya.
4. Identitas
yang tercantum dalam portofolio sebaiknya berisi tentang keterangan/ bukti yang
mampu menumbuhkan semangat peserta didik untuk terus meningkatkan
kreativitasnya.
5. Kesesuaian
antara informasi hasil belajar atau karya dengan pencapaian indikator dari
setiap kompetensi dasar/ standar kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
Pengajaran pengayaan dapat terselenggara
dengan baik, apabila direncanakan, dilaksanakan, dan dilakukan evaluasi dengan
baik, selain itu dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Menurut Majid
(2009:241) menyatakan materi dan waktu pelaksanaan pengajaran pengayaan sebagai
berikut, yaitu (1) materi pengayaan diberikan sesuai dengan kompetensi dasar
yang dipelajari. (2) Waktu pelaksanaan pengajaran pengayaan yaitu, (a) setelah
mengikuti tes/ujian KD tertentu, (b) setelah mengikuti tes/ujian blok atau
kesatuan KD tertentu, dan (c) setelah mengikuti tes/ujian KD atau Blok terakhir
pada semester tertentu. Sehingga materi dan waktu pelaksanaan pengajaran
pengayaan sangat bergantung pada kompetensi dasar yang dipelajari.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam pengajaran pengayaan yaitu, peserta
didik, guru, media dalam pelaksanaan, dan waktu pelaksanaan pengajaran
pengayaan (Antari,2017: 3).
Dalam Panduan Remedial dan Pengayaan
Sekolah Menengah Atas yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2015 menyatakan bahwa Uraian Prosedur Kerja Proram Pengayaan
ialah sebagai berikut:
1. Kepala
sekolah menugaskan wakasek kurikulum dan TPK sekolah menyusun rencana kegiatan
dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pembelnajaran pengayaan;
2. Kepala
sekolah memberikan arahan teknis tentang
program remedial dan pengayaan yang sekurang-kurangnya mencakup:
a. Dasar
pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
b. Tujuan
yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
c. Manfaat
pembelajaran remedial, dan pengayaan;
d. Hasil
yang diharapkan dari pembelajaran remedial dan pengayaan;
e. Unsur-unsur
yang terlibat dan uraian tugas dalam pelaksanaan pembelajaran remedial dan
pengayaan.
3. Wakil
kepala sekolah bidang kurikulum bersama TPK sekolah menyusun rencana kegiatan
dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan
sekurang-kurangnya berisi uraian kegiatan, sasaran/hasil, pelaksana, dan jadwal
pelaksanaan;
4. Kepala
sekolah bersama wakasek kurikulum/TPK sekolah dan guru/MGMP membahas rencana
kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
5. Kepala
sekolah mensahkan dan menandatangani rencana kegiatan dan rambu-rambu
pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
6. Guru/MGMP
menentukan jenis program remedial atau pengayaan
berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik dengan menggunakan analisis ketuntasan KKM, dengan acuan:
berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik dengan menggunakan analisis ketuntasan KKM, dengan acuan:
a. Program
remedial jika pencapaian kompetensi peserta didik kurang dari nilai KKM
b. Program
pengayaan jika pencapaian kompetensi peserta didik lebih atau sama dengan nilai
KKM
7. Guru/MGMP
melaksanakan program pembelajaran pengayaan dan pembelajaran remedial
berdasarkan klasifikasi hasil pencapaian
kompetensi peserta didik;
kompetensi peserta didik;
8. Guru/MGMP
memberi penghargaan (reward) bagi
peserta didik yang mengikuti program pengayaan dengan memasukkan hasilnya ke
dalam portofolio.
9. Guru/MGMP
melaksanakan penilaian ulang bagi peserta didik yang
remedial dan hasilnya sebagai nilai pencapaian kompetensi peserta didik;
remedial dan hasilnya sebagai nilai pencapaian kompetensi peserta didik;
Menurut Sumantri (2015: 453-458), adapun
langkah-langkah dalam melaksanakan program pengayaan di sekolah yaitu sebagai
berikut :
1.
Identifikasi Permasalahan Pembelajaran
Secara umum
identifikasi awal bisa dilakukan melalui:
a. Observasi
b. Wawancara terhadap
peserta didik atau terhadap orang-orang di
lingkungan peserta didik.
2.
Membuat Perencanaan
Setelah melakukan
identifikasi awal terhadap permasalahan belajar anak, guru telah memperoleh
pengetahuan yang utuh tentang peserta didik dan mulai untuk membuat
perencanaan. Penetapan perencanaan dilakukan melalui beberapa tahapan :
a. Menetapkan
tujuan pembelajaran.
b. Kurikulum.
c. Menyiapkan
media pembelajaran.
d. Menetapkan
strategi pembelajaran.
e. Menyiapkan
materi-materi pendukung.
3.
Pelaksanaan Program Pengayaan
Setelah perencanaan
disusun, langkah selanjutnya adalah melaksanakan. Ada tiga fokus
penekanan:
a. Penekanan pada
keunikan peserta didik
b. Penekanan pada
adaptasi materi ajar.
c. Penekanan pada
strategi/metode pembelajaran.
4.
Evaluasi
Evaluasi melalui
penilaian autentik dilakukan setelah program selesai dilaksanakan. Berdasarkan
hasil evaluasi, guru perlu meninjau kembali strategi pembelajaran yang
diterapkannya atau melakukan identifikasi (analisis kebutuhan) terhadap peserta
didik dengan lebih seksama.
Kegiatan
pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat agar
mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan memanfaatkan sisa
waktu yang dimilikinya.
Peserta didik yang sudah melampaui
ketuntasan belajar maka perlu diberikan tambahan pengetahuan dan atau
pengalaman pembelajaran yang lebih dibanding mereka yang belum mencapai
ketuntasan minimal yang ditetapkan. Dan guru mesti menyiapkan program pembelajaran
pengayaan yang mendukung perkembangan peserta didik ke arah yang lebih baik.
Program pengayaan hanya di berikan satu
kali saja, tidak berulang kali seperti remedial. Program pengayaan juga
biasanya tidak di akhiri dengan penilaian, dan pengayaan ini dapat di
laksanakan secara perorangan maupun kelompok.
Adapun
tujuan dari kegiatan pengayaan ini yaitu :
1. Meningkatkan
pemahaman dan wawasan terhadap materi yang sedang atau telah dipelajari.
2. Memberikan
kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang telah mencapai ketuntasan.
Pengajaran pengayaan menjadi satu
kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan lebih dari siswa berkebutuhan khusus,
seperti yang memiliki kemampuan di atas rata-rata (sesuai tes IQ), maupun
kemampuan di atas rata-rata kelompoknya.
Adapun jenis-jenis pembelajaran
pengayaan bisa berupa kegiatan eksploratori, keterampilan proses, dan bisa pula
berupa pemecahan masalah.
1. Eksploratori
Dirancang
guru untuk disajikan kepada peserta didik. Kegiatannya bisa berupa peristiwa
sejarah, buku, narasumber, penemuan, uji coba, yang secara regular tidak
tercakup dalam kurikulum.
2. Keterampilan
proses
Kegiatan
yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan
investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri
3. Pemecahan
masalah
Diberikan
kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa
pemecahan masalah nyata dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif berupa
penelitian ilmiah.
Kemampuan berlebih peserta didik
dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta
didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:
e.
Belajar lebih cepat
Peserta didik yang
memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi
(KI/KD) mata pelajaran tertentu.
f.
Menyimpan informasi lebih mudah
Peserta
didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki
banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses
untuk digunakan.
g.
Keingintahuan yang tinggi
Banyak
bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki
hasrat ingin tahu yang tinggi.
h.
Berpikir mandiri
Peserta
didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri
serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.
i.
Superior dalam berpikir abstrak
Peserta
didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan
masalah.
j.
Memiliki banyak minat
Mudah termotivasi untuk meminati masalah
baru dan berpartisipasi
dalam banyak kegiatan.
dalam banyak kegiatan.
Teknik
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik
dapat dilakukan antara lain melalui: tes IQ, tes inventori, wawancara,
pengamatan, dsb.
Bentuk-bentuk
pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan secara lain melalui: belajar
kelompok, belajar mandiri, Pembelajaran berbasis tema, Pemadatan kurikulum.
Pengayaan
adalah kegiatan yang diberikan guru kepada seorang atau sekelompok siswa yang
telah mendapatkan hasil ujian melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan
memberikan tugas-tugas tambahan yang relevan dengan bidang studi yang
diterimanya. Adanya penetapan KKM menyebabkan terjadinya dua macam kegiatan
tambahan yaitu kegiatan remedial dan pengayaan. Pengayaan merupakan kegiatan
tambahan yang diberikan kepada peserta didik yang telah mendapatkan nilai di
atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan.
Pembelajaran
pengayaan antara satu peserta didik dengan peserta didik lain bisa jadi
berbeda, tergantung minat dan karakteristik peserta didik tersebut.
Pembelajaran pengayaan juga mesti ditujukan dalam rangka memperkaya
pengetahuan, pengalaman, dan wawasan peserta didik. Pembelajaran pengayaan
bersifat menyenangkan, membangkitkan minat, mengajak berpikir kritis, dan
meningkatkan daya imajinasi.
Pengajaran
pengayaan dapat terselenggara dengan baik, apabila direncanakan, dilaksanakan,
dan dilakukan evaluasi dengan baik, selain itu dukungan dari berbagai pihak
sangat diperlukan. Peranan Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, serta Guru Mata
Pelajaran sangat penting dalam hal ini.
Dalam
melaksanakan Pengayaan diperlukan strategi yang diawali dengan identifikasi
kemampuan berlebih siswa, memilih teknik serta bentuk pengayaan yang sesuai
yang akan diimplementasikan di kelas.
Pengayaan
merupakan kegiatan yang penting untuk mengembangkan minat belajar siswa dengan kemampuan lebih. Sehingga
dibutuhkan perhatian lebih untuk program ini agar lebih terarah.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Reni dan Hawadi. 2010. Menguatkan Bakat Anak.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Antari, N.K.Y.T.,dkk. 2017. Pelaksanaan Pengajaran Pengayaan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di
Kelas XI TKJ2 SMK Negeri 3 Singaraja. E-Journal Prodi Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia, Undiksha.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Panduan Remedial dan Pengayaan Sekolah Menengah Atas. Jakarta:
KEMENDIKBUD RI.
Guidance. 2004. Pedagogy
and Practice: Teaching and Learning in Secondary Schools Unit 16: Leading in
learning. Norwich: Department for Education and Skills.
Hattie,J. dkk. 1996. Effects of Learning Skills Interventions onStudent Learning: A
Meta-Analysis. Review of Educational Research. Vol. 66(2) pp: 99-136.
Malawi, Ibadullah, dkk. 2018. Pembaharuan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Magetan: CV. AE Media
Grafika.
Mardapi,D.,dkk. 2015. Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal Berbasis Peserta Didik. Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Vol. 19(1) e-ISSN: 2338-6061
Masbur. 2012. Remedial
Teaching sebagai Suatu Solusi: Suatu Analitis Teoritis. Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA. Vol 12(2). ISSN: 1411-612x.
Meikasari, Yurine dan Listiadi, Agung. 2016. Pengembangan Game “Bingo Accounting”
sebagai Media Pengayaan pada Materi Jurnal Penyesuaian Perusahaan Jasa di SMK
Negeri 1 Boyolangu Tulungagung Surabaya. Jurnal Pendidikan. Vol. 4(3).
Mukhtar dan Rusmini. 2008. Pengajaran Remedial: Teori dan Penerapannya dalam Pembelajaran.Jakarta:
PT. Nimas Multima. ISBN: 979-9005-88-4.
Murphy,Marilyn,dkk. 2014. Handbook on Innovations in Learning.United States of America:
Information Age Publishing Inc.
Nidawati. 2013. Belajar
dalam Perspektif Psikologi dan Agama. Jurnal Pionir. Vol 1(1).
Nugroho, M.Y.A. 2018. Cerita Fiksi sebagai Bacaan Pengayaan Pembelajaran Sains di Sekolah.
PROSIDING: Seminar Nasional Pendidikan Fisika FITK (UNSRI). Vol.1(1). ISSN:
2615-2789.
Nuraisiah. 2017. Upaya
Meningkatkan Kemampuan Guru Dalam
Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) melalui Workshop dan Pendampingan
di SD Negeri 1 Mataram.Media Bina Ilmiah. Vol. 11(12) ISSN: 1978-3787.
Pangastikawati, Luthfiani. 2017.Penyusunan Modul Pengayaan Keanekaragaman Jenis Echinodermata Pantai
Drini Gunungkidul Bagi Siswa Kelas X SMA. Jurnal Prodi Pendidikan Biologi.
Vol.6(2).
Renzulli,J.S., dkk. 2014. Enrichment Clusters: a practical; plan for real-world, student-dreiven
Tearning.Waco: Prufock Press Inc.
Rohmah,K.N., dkk. 2016. Rancangan Buku Pengayaan Pengetahuan “Kajian Fisis Lubang Hitam”.Vol.5.
p-ISSN: 2339-0654.
Stake,J.E. dan Mares,K.R. 2001. Science Enrichment Programs fo GiftedHigh School Girls and Boys:
Predictors of Program Impact on Sciecnce Confidence and Motivation. Journal
of Research in Science Teaching. Vol.38 (10). pp: 1065-1088.
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning: Teori &Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Triutami, R.R., dan Ruwanto, Bambang. 2017. Pengembangan Modul Pengayaan Berbasis
Authentic Learning Pada Materi Pokok Fluida Dinamis Untuk Meningkatkan Motivasi
Belajar Dan Pemahaman Konsep Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Jatisrono.Jurnal
Pendidikan Fisika Vol.6(5).
Tynan, Bernadette. 2005. Melatih Anak Berpikir Jenius: Menemukan dan Mengembangkan Bakat yang
Ada pada Setiap Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wu, Echo H. 2013. Enrichment and Acceleration: Best Practice for the Gifted and Talented.
Gifted
Education Press Quarterly. Vol.27(2). ISSN: 703-369-5017.
Yusuf,LN,S. 2012. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian IV Pendidikan Lintas Bidang:
Pendidikan Anak Berbakat. Bandung: PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA. ISBN:
978-979-16173-0-7.
Yusuf,M.,dkk. 2003. Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar.Solo: Tiga Serangkai.
ISBN: 979-668-271-0.
INPUT
|
PROSES
|
|||||||||||||
KEPALA
SEKOLAH
|
WAKASEK
KURIKULUM/
TPK
SEKOLAH
|
GURU/MGMP
|
OUTPUT
|
|||||||||||
1. PP
NO. 13 Tahun 2015
2. Permendikbud
No. 81 A Tahun 2013
3. Permendikbud
No.
65 Tahun 2013
4. Permendikbud
No. 66 Tahun 2014
5. Permendikbud
No.59 Tahun 2014
6. Permendikbud
No.103 Tahun
2014
7. Permendikbud
No. 104 Tahun
2014
8. Model
Pelaksanaan remedial & Pengayaan
|
tidak
|
|
|
|
Lampiran
2: Instruksi Kerja Penentuan Jenis Program Remedial dan Pengayaan
KETERANGAN
Mekanisme Analisis:
Mekanisme Analisis:
1. Membandingkan nilai pencapaian hasil
ulangan harian dengan nilai ketuntasan
belajar tiap KD
belajar tiap KD
2. Mengidentifikasi peserta didik yang
belum mencapai ketuntasan belajar setiap
KD
3.Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik
KD
3.Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik
Pengelompokan Peserta Didik:
Peserta didik dikelompokkan berdasarkan ketuntasan belajar setiap KD dan berdasarkan kesulitan belajarnya.
Lampiran 3: Contoh Analisis Pencapaian
Ketuntasan Belajar Per Indikator
No
|
NIS
|
PENCAPAIAN KETUNTASAN BELAJAR PESERTA DIDIK PER INDIKATOR
|
||||||||||||||||||||||
Nomor KI
|
3
|
|||||||||||||||||||||||
KKM KI
|
2.63
|
|||||||||||||||||||||||
NOMOR KD
|
GERAK PARABOLA DAN
GERAK MELINGKAR
|
Nilai
|
Perbaikan(V) Pengayaan(*)
|
JUMLAH NO PERBAIKAN
|
||||||||||||||||||||
KKM KD
|
3
|
|||||||||||||||||||||||
Sub Bab
|
||||||||||||||||||||||||
KKM Indikator
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
||||||||||||||
Nama Peserta Didik
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
||||
1
|
AGUS
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
3
|
3
|
4
|
4
|
4
|
4
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
0
|
|
2
|
BAGUS
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
0
|
|
3
|
CIKA
|
4
|
2
|
3
|
2
|
3
|
1
|
1
|
2
|
3
|
2
|
2
|
*
|
v
|
*
|
v
|
*
|
v
|
v
|
v
|
*
|
v
|
6
|
|
4
|
DINDA
|
4
|
1
|
2
|
2
|
3
|
3
|
4
|
3
|
4
|
4
|
3
|
*
|
v
|
v
|
v
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
3
|
||
5
|
EMA
|
4
|
2
|
4
|
2
|
4
|
3
|
2
|
4
|
4
|
4
|
3
|
*
|
v
|
*
|
v
|
*
|
*
|
v
|
*
|
*
|
*
|
3
|
|
6
|
FARHAN
|
4
|
1
|
4
|
3
|
4
|
2
|
2
|
4
|
4
|
4
|
3
|
*
|
v
|
*
|
*
|
*
|
v
|
v
|
*
|
*
|
*
|
3
|
|
7
|
GILANG
|
4
|
4
|
3
|
2
|
4
|
4
|
3
|
4
|
4
|
4
|
4
|
*
|
*
|
*
|
v
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
1
|
|
8
|
HANA
|
4
|
4
|
4
|
3
|
4
|
4
|
3
|
3
|
4
|
4
|
4
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
0
|
|
9
|
INDAH
|
3
|
3
|
1
|
2
|
2
|
2
|
3
|
2
|
2
|
4
|
2
|
*
|
*
|
v
|
v
|
v
|
v
|
*
|
v
|
v
|
*
|
6
|
|
10
|
JALU
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
*
|
0
|
|
Rata-rata
|
3.8
|
2.7
|
3.1
|
2.6
|
3.4
|
2.9
|
2.8
|
3.2
|
3.6
|
3.7
|
3.2
|
|||||||||||||
Nomor Indikator
|
||||||||||||||||||||||||
Frekuensi Jumlah PD
|
≤ 2
|
0
|
4
|
2
|
5
|
1
|
3
|
3
|
2
|
1
|
1
|
2
|
||||||||||||
≥ 3
|
10
|
6
|
8
|
5
|
9
|
7
|
7
|
8
|
9
|
9
|
8
|
|||||||||||||
Persentase yang belum
tuntas %
|
0
|
40
|
20
|
50
|
10
|
30
|
30
|
20
|
10
|
10
|
20
|
|||||||||||||
persentase yang tuntas
%
|
100
|
60
|
80
|
50
|
90
|
70
|
70
|
80
|
90
|
90
|
80
|
Lampiran 4: Contoh Format Pengayaan
PROGRAM
PENGAYAAN
MATA
PELAJARAN :
KELAS/
PEMINATAN :
MATERI/
KD :
SEMESTER :
TAHUN
PELAJARAN :
Jumlah
Peserta : ….orang, yaitu:
No
|
Uraian
Kegiatan
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengetahui,
Kepala SMA………….
…………………………….....
NIP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar