MAKALAH
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA
MODEL PENCAPAIAN KONSEP
Dibuat
untuk memenuhi tugas Strategi
Belajar Mengajar Fisika
Disusun
oleh :
Kelompok
1 :
Dwi
Cahya Ningsih (A1C317009)
Edwin
Kurniawan (A1C317051)
Rachel Risda Sitanggang (A1C317025)
Weni
Sukarni (A1C317035)
Dosen
Pengampu :
Dwi
Agus Kurniawan, S.Pd., M.Pd.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Model Pencapaian
Konsep tepat pada waktunya. Penulis
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Strategi
Belajar Mengajar Fisika.
Tidak
sedikit kendala yang kami hadapi dalam menyelasaikan makalah ini, namun dengan
motivasi dan dorongan yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mungucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak
Dwi Agus Kurniawan , selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar Fisika;
2.
Teman-teman yang telah mendukung
terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa makalah yang penulis buat tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mohon maaf dan mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
terkhususnya dalam merancang penelitian.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai setiap urusan kita. Amin
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................................ i
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR
ISI............................................................................................................. iii
DAFTAR
TABEL..................................................................................................... iv
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2. 1 Kajian Pustaka.................................................................................................... 3
2.1.1 Konsep
Model Pengolahan Informasi.............................................................. 3
2.1.1.1 Pengertian
Konsep......................................................................................... 6
2.1.1.2
Pengertian Model Pencapaian Konsep.......................................................... 8
2.1.1.3 Metode yang digunakan dalam Model Pencapaian
Konsep......................... 11
2.1.2 Unsur-unsur dalam
Model Pencapaian Konsep................................................ 12
2.1.2.2
Faktor
yang Mempengaruhi Model Pencapaian Konsep............................... 20
2.1.2.2 Tujuan Penerapan Model
Pencapaian Konsep............................................... 22
2.1.2.3 Keunggulan Model
Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran....................... 25
2.1.2 Penerapan
Model Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran Fisika.................. 30
2.2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)..................................................... 32
2.3
Kajian
Kritis.................................................................................................... 39
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 41
3.2 Saran.................................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 43
DAFTAR TABEL
Tabel 1.............................................................................................................. 27
Tabel 2.............................................................................................................. 27
Tabel 3.............................................................................................................. 28
Tabel 4.............................................................................................................. 29
Tabel 5.............................................................................................................. 34
Tabel 6.............................................................................................................. 35
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pendidikan
memegang peranan penting dalam upaya pengembangan sumber daya manusia dan
menentukan kemajuan suatu bangsa. Dengan kata lain pendidikan merupakan faktor
utama yang berpengaruh dalam menghadapi era globalisasi. Saat ini sistem
pendidikan telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sekolah sebagai lembaga
yang menyelenggarakan pendididkan berfungsi untuk menyeleksi manusia berbakat,
terampil dan mampu membawa masyarakat berkembang ke arah kondisi yang
dipersyaratkan oleh masa depan bangsa. Pada proses pembelajaran fisika,
biasanya guru cenderung untuk menjelaskan maupun memberitahukan segala
sesuatunya kepada siswa, sehingga siswa menjadi tidak terbiasa belajar lebih
aktif. Hal ini menunjukkan bahwa peran guru sangat penting dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar, dan dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di
sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelolah proses belajar
mengajar, memilih model pembelajaran yang tepat dan mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran. Agar siswa mampu mencapai pengetahuan mengenai konsep-konsep
maupun prinsip-prinsip yang mendasarinya, maka guru harus mampu menciptakan
suasana belajar yang kondusif agar proses pembelajaran berjalan efektif. Sehubungan dengan hal itu, Fisika merupakan
suatu disiplin ilmu yang berusaha menjelaskan gejala-gejala alam. Gejala alam ini dapat dipahami oleh pikiran manusia melalui
konsep, teori dan hukum dalam fisika yang dapat dirumuskan dengan singkat.
Fisika sebagai salah mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam
pendidikan, karna selain dapat mengembangkan pemikiran kritis, kreatif,
sistematis, dan logis, fisika juga telah memberikan kontribusi dalam kehidupan
sehari-hari mulai dari hal yang sederhana seperti perhitungan dasar samapai hal
kompleks. Pembelajaran fisika di dalam kelas lebih didominasi oleh kegiatan
guru dengan metode ceramah dan pemberian tugas pada siswa, sedangkan kegiatan
siswa lebih banyak diam dan mendengarkan penjelasan guru, mencatat hal-hal yang
dianggap penting dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sehingga
keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran kurang maksimal.
Pada pembelajaran fisika juga jarang sekali
siswa didorong untuk menyelesaikan masalah-masalah riil, melalui konsep-konsep
yang sudah dipelajari. Akibatnya, konsep yang dimiliki siswa tidak bertahan
lama. Rendahnya
pemahaman konsep fisika disebabkan adanya pemahaman siswa yang dipengaruhi oleh
tafsiran siswa terhadap suatu konsep dan siswa tidak memiliki pengetahuan yang
mendasar terhadap suatu konsep (Nondo,2018:5)
Struktur
kognitif mahasiswa tidak selamanya dapat mengaitkan pengetahuan baru dengan
yang lama. Hal ini menyebabkan pemahaman mahasiswa akan setiap materi ajar yang
dipelajari rendah, termasuk dalam materi pembelajaran sains yang didalamnya
terdiri dari bahan ajar fisika. Pemahaman konsep dasar fisika yang kurang baik
berkaitan erat dengan prestasi belajar fisika. Pemahaman yang kurang baik ini,
salah satunya timbul karena tidak tercapainya kebermaknaan belajar dalam diri mahasiswa.
Salah satu cara meningkatkan prestasi belajar pada bidang studi sains dapat
dilakukan dengan cara belajarnya menggunakan sistem “concept mapping”.
Pemahaman konsep dasar fisika yang kurang baik berkaitan erat dengan prestasi
belajar fisika. Artinya, prestasi yang rendah untuk pelajaran fisika disebabkan
oleh pemahaman mahasiswa yang kurang akan materi ajar fisika. Pemahaman yang
kurang baik ini, salah satunya timbul karena tidak tercapainya kebermaknaan belajar
dalam diri mahasiswa (Rahmi dan Hidayati,2016:135)
1.2.Tujuan
1.2.1
Dapat mengetahui Konsep Model Pengolahan Informasi
1.2.2
Dapat mengetahui unsur-unsur dalam Model Pencapaian Konsep
1.2.3
Dapat mengetahui Penerapan Model
Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran IPA (Fisika)
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Kajian Pustaka
2.1.1
Konsep
Model Pengolahan Informasi
Menurut
Andayani (2015:141), Kelompok model pengolahan informasi (The Information
Processing Family) berdasarkan pada teori belajar kognitif (piaget) dan
berorientasi pada kemampuan peserta didik dalam memproses informasi untuk
memperbaiki kemampuannya. Pemprosesan informasi mengacu kepada cara orang
menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengembangkan konsep
dan memecahkan masalah serta menggunakan lambang verbal dan non verbal. Dalam
pemprosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal dan kondisi
eksternal individu dan interaksi antar keduanya sehingga menghasilkan hasil
belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemprosesan informasi yang berupa
kecakapan manusia (Human Capitalities), yakni :
(a)
informasi verbal,
(b)
kecakapan intelektual,
(c)
strategi kognitif,
(d)
sikap dan
(e) kecakapan
motorik.
Menurut
Andayani (2015:141), Model-model pembelajaran yang tergolong kepada kelompok
ini adalah model pencapaian konsep (Concept
Attainment), model berpikir induktif (Inductive
Thinking), model latihan penelitian (Inquiry
Thinking), model pemandu awal (Advance
Organizer), model memorisasi (Memorization),
model pengembangan intelek (Developing
Intellect) dan model penelitian ilmiah (Scientific
Inquiry). Adapun tokoh model penemuan konsep adalah Jerome Brunner dengan
tujuan terutama dirancang untuk mengembangkan penalaran induktif, selain itu
untuk perkembangan dan analisis konsep.
According
Naresh Kumar Gupta (1995) in Basapur (2018:37), studied the relative
effectiveness of some information processing models of teaching i.e. Concept
Attainment Model (CAM), Inductive
Thinking Model (IThM) and Inquiry Training Model (ITM) on mental
processes and attitudes towards science. It was found that CAM was effective in
developing reasoning ability, scientific creativity where as it could not
foster students. Inductive thinking model promoted reasoning ability, bring
significant enhancement in inquisitiveness. ITM was effective awareness ability,
however it could not bring significant gain in inquisitiveness and persistency.
CAM, ITM and Inductive Thingking Model did not differ in effectiveness in terms
of enhancing reasoning ability or scientific creativity. ITM and Inductive
Thinking Model rated better than CAM in fostering problem awareness ability.
However Inductive Thinking Model and ITM did not in fostering seeing the problem ability.
Terjemahan :
Menurut Naresh Kumar
Gupta (1995) di Basapur (2018: 37), mempelajari keefektifan relatif dari
beberapa model pemrosesan informasi pengajaran yaitu Model Pencapaian Konsep
(CAM), Model Pemikiran Induktif (IThM) dan Model Pelatihan Inquiry (ITM) pada
proses mental dan sikap terhadap sains. Ditemukan bahwa CAM efektif dalam
mengembangkan kemampuan penalaran, kreativitas ilmiah seperti tidak dapat membantu
perkembangan siswa. Model pemikiran induktif meningkatkan kemampuan penalaran,
membawa peningkatan signifikan dalam rasa ingin tahu. ITM adalah kemampuan
kesadaran yang efektif, namun itu tidak dapat membawa keuntungan signifikan
dalam keingintahuan dan persistensi. CAM, ITM dan Inductive Thingking Model
tidak berbeda dalam hal efektivitas dalam hal meningkatkan kemampuan penalaran
atau kreativitas ilmiah. Model ITM dan Inductive Thinking dinilai lebih baik
dari CAM dalam menumbuhkan kemampuan penyadaran masalah. Namun Inductive
Thinking Model dan ITM tidak mendorong melihat kemampuan masalah.
According
to Khirwadkar (2007: 111),The credit of development of concept attainment model
goes to Jerome Brunner and his associates Jacqueline Goodrow and George Austin.
The assumption of this model of teaching is that, human beings have capacity to
discriminate and to categorize in groups.
A concept can be considered as a class or category of all the members
which share a particular combination of attributes or critical properties that
are not shared by another class. An attribute means a property or
characteristics of an object which differentiates it from the other. Concept
information helps learner as it reduces the need for repeating learning
experience. It gives lot of opportunity to the children to find out
commonalities among different objects resulting in conceiving them
meaningfully. Concept once formed facilitate further learning. Thus object are
categorized having common characteriistics into one group. A concept has three
element. In this model theory and practice have a large overlap and it is
relatively easy to perform the activity of the model.but to do so with the real
impact on conceptual thinking it requires a clear understanding of the theory
of concept. There are actually three model of concept attainment that have
been, built by brunner and his colleagues reception, selection and unorganized
material:but concentrated primarily on the reception model of concepts
attainment. Concepts are the key building blocks for the structure of knowledge
of the various academic disciplines.
Terjemahan
:
Menurut Khirwadkar
(2007: 111), Kredit pengembangan model pencapaian konsep pergi ke Jerome
Brunner dan rekannya Jacqueline Goodrow dan George Austin. Asumsi model
pengajaran ini adalah bahwa, manusia memiliki kemampuan untuk
mendiskriminasikan dan mengkategorikannya dalam kelompok. Suatu konsep dapat
dianggap sebagai kelas atau kategori dari semua anggota yang berbagi kombinasi
atribut tertentu atau properti penting yang tidak dibagikan oleh kelas lain.
Atribut berarti properti atau karakteristik objek yang membedakannya dari yang
lain. Informasi konsep membantu pelajar karena mengurangi kebutuhan untuk
mengulang pengalaman belajar. Ini memberi banyak kesempatan kepada anak-anak untuk
menemukan kesamaan di antara objek-objek yang berbeda sehingga menghasilkan
mereka dengan penuh makna. Konsep yang terbentuk sekali memfasilitasi
pembelajaran lebih lanjut. Dengan demikian objek dikategorikan memiliki
karakteristik umum menjadi satu kelompok. Sebuah konsep memiliki tiga elemen.
Dalam model ini teori dan praktik memiliki tumpang tindih yang besar dan
relatif mudah untuk melakukan aktivitas model. Tetapi untuk melakukannya dengan
dampak nyata pada pemikiran konseptual membutuhkan pemahaman yang jelas tentang
teori konsep. Konsep adalah blok bangunan utama untuk struktur pengetahuan
berbagai disiplin ilmu.
2.1.1.1
Pengertian Konsep
According
to Selvens (1993) in Prabhakaram (2006: 9), brings about the meaning of
concept. A concept is a mental representation or a mental picture of some
object or some experience. A concept consist ofan individual’s organized
information about one ormore things, objects, events, ideas, processes or
relations that enable the individual to discriminate a particular things or
class of things and also relate it to other things or classes of things.
Terjemahan
:
Menurut Selvens
(1993) dalam Prabhakaram (2006: 9), membawa tentang makna konsep. Konsep adalah
representasi mental atau gambaran mental dari beberapa objek atau beberapa
pengalaman. Sebuah konsep terdiri dari informasi individu yang terorganisir
tentang satu atau lebih hal, objek, peristiwa, ide, proses atau hubungan yang
memungkinkan individu untuk membedakan suatu hal atau kelas tertentu dan juga
menghubungkannya dengan hal-hal atau kelas-kelas lain.
According
to Archer (1969) in Prabhakaram (2006: 10), a concept is simply the label of a
set of things that has some thing in common. A concept is different from a
fact, a principle and a generalization. According to Osgood (1953) in
Prabhakaram (2006: 10), a concept is the acquisition of a mediating process
that can be abstracted from the stimulus objects.
Terjemahan :
Menurut Archer (1969)
dalam Prabhakaram (2006: 10), sebuah konsep hanyalah label dari serangkaian hal
yang memiliki kesamaan. Suatu konsep berbeda dari fakta, prinsip dan
generalisasi. Menurut Osgood (1953) dalam Prabhakaram (2006: 10), sebuah konsep
adalah perolehan proses mediasi yang dapat diabstraksikan dari objek stimulus.
According
to Brunner Et al (1956) in Prabhakaram (2006: 10-11),, a concept is a class or
grouping response-anact of categorization, involves rendering different things
equivalent.
Element
of a concept are :
i)
Name : name is the term or label
given to category.
ii)
Attributes : the features or
characteristics of objects are its attributes, every concept has two types of
attributes.
a) Essential
attributes : essential attributes are the common features or characteristics of
a concept. These attributes should be present in all examples of the concept.
b) Non-essential
attributes: some of the slight differences among examples of the category
reflect the non-essential attributes.
iii)
Examples : most of the concepts
have more than one example. Examples of a concept have all the essential attributes
of the concept present in them. The non-essential attributes are present in
some examples and are absent in others.
iv)
Definition : the last element of
the concept in the definition or rule. A rule or definition is a statement
specializing the attributesof a concept.
Terjemahan :
Menurut Brunner Et al
(1956) dalam Prabhakaram (2006: 10-11), sebuah konsep adalah pengelompokan
respon kelas atau pengelompokan-pengelompokan, melibatkan rendering hal-hal
yang berbeda setara.
Elemen
dari konsep adalah:
i)
Nama:
nama adalah istilah atau label yang diberikan untuk kategori.
ii)
Atribut:
fitur atau karakteristik objek adalah atributnya, setiap konsep memiliki dua
jenis atribut.
a)
Atribut
esensial: atribut penting adalah fitur atau karakteristik umum dari suatu
konsep. Atribut-atribut ini harus ada dalam semua contoh konsep.
b)
Atribut yang tidak penting: beberapa perbedaan
kecil di antara contoh kategori mencerminkan atribut yang tidak penting.
iii)
Contoh:
sebagian besar konsep memiliki lebih dari satu contoh. Contoh konsep memiliki
semua atribut penting dari konsep yang ada di dalamnya. Atribut-atribut
non-esensial ada dalam beberapa contoh dan tidak ada pada yang lain.
iv)
Definisi:
elemen terakhir dari konsep dalam definisi atau aturan. Aturan atau definisi
adalah pernyataan yang mengkhususkan atribut konsep.
2.1.1.2
Pengertian
Model Pencapaian Konsep
According
to Jerome S. Brunner, Jacqueline Goorow and George Austine in Singh,dkk. (2008
: 189), developed the concept attainment model of teaching in1956.the model
emerged out of the study of thinking process in human beings: it is based on
the assertion that environment is full of tremendously diverse things and would
have been impossible to adjust in it if human beings had not been endowed eith
the capacity to discriminate and to categories things in groups. This process
of classifying things in group, benefit human beings in three ways. First, it
reduces the complexity of the environtment, second it gives the means by the
which we identify the object in the word and third it reduces the necessity of
constant learning.
Bruner
and associates devoted their major work to the description of a process by
which we discriminate the attribute of things, people and events and place them
into categories. According to Bruner categorizing activity has two components,
the act of concept formation lead to concept attainment. In concept attainment
there is only one concept. Using clues supplied by the teacher, students try to
determine the identify and definition,of the concept. Bruner categorizes the
concept model as follows :
1. Reception
model of concept attainment
2. Selection
model of concept attainment
3. Unorganized
material model of concept attainment
Terjemahan:
Menurut Jerome S.
Brunner, Jacqueline Goorow dan George Austine di Singh, dkk. (2008: 189),
mengembangkan model pencapaian konsep pengajaran pada tahun 1956. model ini
muncul dari studi tentang proses berpikir dalam manusia: hal ini didasarkan
pada pernyataan bahwa lingkungan penuh dengan hal-hal yang sangat beragam dan
tidak mungkin untuk menyesuaikan di dalamnya jika manusia tidak memiliki
kemampuan untuk mendiskriminasikan dan mengkategorikan hal-hal dalam kelompok.
Proses mengklasifikasi hal-hal ini dalam kelompok, menguntungkan manusia dalam
tiga cara. Pertama, mengurangi kerumitan lingkungan, kedua memberi sarana
dengan yang kita identifikasi objek dalam kata dan ketiga itu mengurangi
kebutuhan pembelajaran yang konstan.
Bruner dan
rekan-rekannya mengabdikan pekerjaan utama mereka pada deskripsi dari suatu
proses di mana kita membedakan atribut dari hal-hal, orang-orang dan
peristiwa-peristiwa dan menempatkan mereka ke dalam kategori. Menurut Bruner
aktivitas pengkategorian memiliki dua komponen, tindakan pembentukan konsep
mengarah pada pencapaian konsep. Dalam pencapaian konsep hanya ada satu konsep.
Dengan menggunakan petunjuk yang diberikan oleh guru, siswa mencoba untuk
menentukan identifikasi dan definisi dari konsep tersebut. Bruner mengkategorikan
model konsep sebagai berikut:
1. Model penerimaan konsep
pencapaian
2. Pemilihan model pencapaian
konsep
3. Model materi yang tidak
terorganisir dari pencapaian konsep
According
to Prabhakaram (2006: 13), the concept attainment model developed by Joyce and
Weil (1985) is based on Burne’s Theory of concept attainment. Joyce and Weil
discuss three variations of this model : the reception oriented model, the
selection oriented model and un-organized material model. The reception
oriented model is more direct in teaching students the elements of a concept
and their use in concept attainment.
Menurut Prabhakaram
(2006: 13), model pencapaian konsep yang dikembangkan oleh Joyce dan Weil
(1985) didasarkan pada teori Burne tentang pencapaian konsep. Joyce dan Weil mendiskusikan
tiga variasi model ini: model berorientasi penerimaan, model berorientasi
pemilihan dan model material yang tidak terorganisir. Model berorientasi
penerimaan lebih langsung dalam mengajar siswa unsur-unsur konsep dan
penggunaannya dalam pencapaian konsep.
Menurut Usman (2004:62)
dalam Widiastuti (2014 : 24), model pencapaian konsep adalah suatu strategi
mengajar bersifat induktif didesain untuk membantu siswa dari semua usia dalam
memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dan melatih menguji
hipotesis.
Menurut
Budiningsih (2005:43)
dalam Darmadi ( 2017: 109), Bruner menjelaskan
bahwa pembentukan konsep
merupakan dua kegiatan mengkategori
yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentiflkasi dan
menempatkan contoh-contoh (obyek_obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas
dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam proses belajar, Bruner
mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya
perbedaan kemampuan. Untuk menuniang proses belajar perlu lingkungan
memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi.
Menurut
Sa’diyah (2015:225-226)
Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam menguasai konsep
adalah model pembelajaran concept attainment. Model pembelajaran concept
attainment menurut Arends (Nainggolan, 2014) menyatakan bahwa model
pembelajaran concept attainment adalah salah satu cara untuk memberikan ide-ide baru dan memperluas
serta mengubah skema yang sudah ada. Pembelajaran concept attainment merupakan
proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan
contoh-contoh yan tidak tepat dari berbagai kategori.
Menurut Dahar (1989)
dalam Silaban (2014 : 66-67) kemampuan
memahami suatu konsep sangat dipengaruhi oleh kesanggupan berpikir seseorang.
Sedangkan tingkat penguasaan konsep yang diharapkan tergantung pada
kompleksitas konsep dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Senada dengan itu
Winkel (1991) mengartikan penguasaan konsep sebagai suatu pemahaman dengan
menggunakan konsep, kaidah dan prinsip. Sedangkan Dahar (1989) mendefinisikan
penguasaan konsep sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah
baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Bloom
(dalam Rustaman, dkk. 2013) mengemukakan penguasaan konsep merupakan suatu
kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu
materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebihdipahami, mampu memberikan
interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.
Menurut Silaban (2014 : 67), berdasarkan berbagai
pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep adalah usaha yang
harus dilakukan oleh siswa dalam merekam dan mentransfer kembali sejumlah
informasi dari suatu materi pelajaran tertentu khususnya materi pokok listrik
statis yang dapat dipergunakan dalam memecahkan masalah, menganalisa,
menginterpetasikan pada suatu kejadian tertentu. Lebih ringkasnya penguasaan
konsep adalah hasil dari kegiatan intelektual. Selain siswa mampu menguasai
suatu konsep, kreativitas juga sangat diperlukan dalam memecahkan masalah.
According
to Margolis and Laurence (1999) In short, the attainment of a concept has about
it something of a quantal character. Concept attainment seems almost an
intrinsically unanalyzable process from an experiential point of view. It is
perhaps because of the inaccessibility of reportable experience that
psychologist have produced such a relatively sparse yield of knowledge when
they have siught to investigate concept attainment. We do well to heed the
lesson of history and look to sources of data additional to the report of
direct experiences as a basis for understanding what is the process of concept
attainment.
Terjemahan :
Menurut Margolis dan Laurence (1999) Singkatnya,
pencapaian konsep memiliki sesuatu yang bersifat quantal. Pencapaian konsep
tampaknya hampir merupakan proses yang tidak dapat dianalisis secara intrinsik
dari sudut pandang pengalaman. Mungkin karena tidak dapat diaksesnya pengalaman
yang dapat dilaporkan, psikolog telah menghasilkan pengetahuan yang relatif
jarang ketika mereka harus menyelidiki pencapaian konsep. Kita sebaiknya
memperhatikan pelajaran sejarah dan mencari sumber data tambahan untuk laporan
pengalaman langsung sebagai dasar untuk memahami apa yang merupakan proses
pencapaian konsep.
2.1.1.3 Metode yang digunakan dalam Model Pencapaian
Konsep
Menurut Sa’diyah (2015: 226) , Metode
demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan cara meragakan atau
mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang
sedang dipelajari (Sutarto & Indrawati, 2012). Sebagai suatu penyajian,
demontrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun
dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi
demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Model pembelajaran concept
attainment disertai metode demonstrasi menitikkanberatkan pada pembentukan
konsep dan menuntut siswa untuk menemukan konsep tertentu melalui penelaahan
masalah, perumusan, dan pengujian hipotesis sehingga siswa yakin dengan konsep
yang mereka temukan. Model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif
pembelajaran, sebab dalam setiap fase dapat memfasilitasi guru dan siswa untuk
menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengutamakan perubahan konseptual pada
siswa. Dengan demikian aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat.
According
to Kalani (2009: 437) Student learn best by being actively involved in
learning, by conducting an experiment, participate in group work. Pupils need
concrete first hand experiences as basis of concept formation. Most of the science
learning is teacher centered or science text book oriented or examination
oriented. There is a need to rewrite the science text book which provide
sufficient scope for learner to investigate and experiment. The book should be
learner centered. The science concept should be matched with school level.
Terjemahan :
Menurut Kalani (2009: 437), Siswa
belajar paling baik dengan terlibat aktif dalam pembelajaran, dengan melakukan
percobaan, berpartisipasi dalam kerja kelompok. Murid membutuhkan pengalaman tangan
pertama yang konkret sebagai dasar pembentukan konsep. Sebagian besar
pembelajaran sains adalah guru yang berpusat atau berorientasi pada buku sains
atau berorientasi pada ujian. Ada kebutuhan untuk menulis ulang buku teks sains
yang memberikan ruang yang cukup bagi pelajar untuk menyelidiki dan
bereksperimen. Buku harus berpusat pada siswa. Konsep sains harus disesuaikan
dengan tingkat sekolah.
2.1.2
Unsur-unsur
dalam Model Pencapaian Konsep
Menurut
Joyce,dkk (2016:233-237), menyatakan bahwa ada beberapa unsur dalam model
pencapaian konsep, yaitu:
a.
Sintaks
Fase Satu : Penyajian Data dan
Identifikasi Objek
1. Guru
menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli.
2. Siswa
membandingkan sifat-sifat dalam contoh positif dan negatif.
3. Siswa
menghasilkan dan menguji hipotesis.
4. Siswa
menyebutkan sebuah definisi menurut sifat-sifat esensial.
Fase Dua : Menguji Pencapaian
Konsep
1. Siswa
mengidentifikasi contoh tambahan yang tidak diberi label Ya atau Tidak.
2. Guru
mengkonfirmasi hipotesis, norma-norma konsep dan menyatakan kembali definisi
menurut sifat-sifat esensial.
3. Siswa
menghasilkan contoh-contoh.
Fase
Tiga : Analisis Strategi Berpikir
1. Siswa
menjelaskan pemikiran-pemikiran.
2. Siswa
membahas peran hipotesis dan sifat-sifat.
3. Siswa
membahas jenis dan jumlah hipotesis.
b. Sistem
sosial
Sebelum mengajar
dengan model pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah
bahan menjadi contoh-contoh positif dan negatif, dan mengurutkan/merangkai
contoh-contoh tersebut. Meskipun demikian, seperti dideskripsikan oleh para psikolog
pendidikan banyak bahan pengajaran khususnya buku ajar tidak dirancang
sedemikian rupa sesuai dengan tujuan pembelajaran konsep. Dalam banyak kasus,
guru harus mempersiapkan contoh-contoh, menggali ide-ide dan bahan-bahan dari
buku dan sumber-sumber lain dan merancangnya sedemikian rupa sehingga ciri-ciri
menjadi jelas dan tentu saja ada contoh-contoh negative dan positif yang dibuat
dari konsep tersebut. Ketika menggunakan model pencapaian konsep, guru
bertindak sebagai perekam yang mengawasi hipotesis-hipotesis (konsep-konsep)
dan ciri-ciri yang dibuat siswa. Guru juga menyajikan contoh-contoh tambahan
seperlunya. Ada tiga tugas penting yang harus diperhatikan guru selama
aktivitas pencapaian konsep, yaitu mencatat/merekam, “membisikkan”(isyarat) dan
menyajikan data tambahan. Dalam tahap awal pencapaian konsep, guru setidaknya
harus menyajikan contoh-contoh yang sudah benar-benar terstruktur. Namun
demikian, prosedur pembelajaran kooperatif juga dapat berhasil digunakan.
c. Prinsip-prinsip
reaksi
Selama proses
pelajaran, guru perlu bersifat mendukung hipotesis siswa. Namun, menekankan
bahwa mereka menjadi bersifat hipotesis dan untuk menciptakan dialog di mana para siswa saling menguji
hipotesis mereka. Pada fase model berikutnya, guru harus mengalihkan perhatian
siswa ke arah analisis konsep dan strategi berpikir mereka, sekali lagi menjadi
sangat suportif. Guru sebaliknya lebih mendorong analisis manfaat berbagai
strategi daripada berupaya untuk mencari satu strategi terbaik untuk semua
orang dalam semua situasi.
d. Sistem
Pendukung
Pelajaran pencapaian
konsep mewajibkan agar contoh positif dan negative disajikan kepada siswa.
Sebaliknya ditekankan agar pekerjaan siswa dalam pencapaian konsep tidak untuk
menemukan konsep-konsep baru,tetapi untuk mencapai konsep-konsep yang
sebelumnya telah diseleksi oleh guru. Ketika siswa disajikan dengan contoh,
mereka menjelaskan karakteristik (atribut)-nya, mencari atribut bersama dalam
contoh positif yang tidak ditampilkan dalam contoh negative.
e. Penerapan
Penerapan pada semua
bidang materi menekankan materi atau proses. Jika penekanan berada pada
analisis pemikiran, contoh singkat latihan pencapaian konsep dapat dikembangkan
sehingga lebih banyak waktu yang dapat dihabiskan pada analisis pemikiran.
Model pencapaian konsep dapat digunakan untuk anak-anak dari semua usia dan
kelas sekolah. Kita telah melihat guru-guru sangat berhasil menggunakan model
tersebut untuk anak-anak taman kanak-kanak yang mencintai tantangan aktivitas
induktif. Bagi anak-anak dengan usia yang lebih muda, konsep dan contoh harus
relative lebih mudah dan pelajaran itu sendiri harus singkat dan sangat
diarahkan oleh guru.kurikulum khas untuk anak-anak kecil diisi dengan konsep
konkret yang siap memasukan dirinya sendiri ke metodologi pencapaian konsep.
Analisis fase pemikiran strategi (fase 3) sebaiknya dilakukan pelan-pelan pada
anak-anak yang sangat kecil, tetapi untuk anak-anak kelas satu sekolah dasar
sebagian besar dari mereka dapat mengatasinya.
Ketika model
pencapaian konsep digunakan pada pendidikan anak usia dini, materi-materi yang
konkret untuk contoh-contohnya sering tersedia. Benda-benda yang berada diruang
kelas, cuissinoire rods, gambar-gambar, dan bantuk-bentukk dapatditemukan di
hamper semua ruang kelas pendidikan anak usia dini. Meskipun membantu anak
bekerja secara induktif dapat menjaditujuannya sendiriyangpenting, gru
sebaiknya juga memiliki tujuan yang lebih spesifik dalam pikirannya ketika
menggunakan model ini. Model pencapaian konsep adalah sarana evaluasi yang sangat
bagus ketika guru ingin menentukan apakah gagasan-gagasan penting yang
diperkenalkan lebih dini telah dikuasai. Model pencapaian konsep ini dengan
cepat mengungkapkan kedalaman pemahaman siswa dan memperkuat pengetahuan mereka
sebelumnya.
Menurut Yulhendri dan
syofyan (2016: 26-27), Adapun tahap-tahap penerapan model pembelajaran penemuan
konsep adalah sebagai berikut :
a)
Pertama, melibatkan penyajian data pada
pembelajar dalam bentuk contoh positif dan negatif, setiap data yang diberikan
merupakan konsep dan memiliki gagasan umum, tugas siswa adalah mengembangkan
satu hipotesis tentang sifat dari konsep tersebut. Para pembelajar diminta
untuk membandingkan dan memverifikasi sifat-sifat dari contoh-contoh yang
positif dan negatif. Pada akhirnya siswa diminta untuk menamai konsep-konsep
mereka.
b)
Kedua, siswa menguji penemuan konsep
mereka, setelah itu guru dapat menilai benar atau salah dari hipotesis siswa, kemudian guru
merevisi pilihan konsep yang mereka tentukan sebagaimana mestinya.
c)
Ketiga, siswa mendeskripsikan
pemikiran-pemikiran siswa, siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan
hipotesis-hipotesis dan siswa mendiskusikan jenis dan ragam hipotesis.
Dalam proses pembelajaran
perhatian siswa pada analisis terhadap konsep-konsep siswa dan
strategi-strategi berpikir siswa.yang perlu ditekankan dalam pembelajaran
penumuan konsep adalah bukan menemukan atau membuat konsep-konsep baru tetapi
mendapatkan konsep-konsep sebelumnya yang telah dipilih oleh guru.
According
Prabhakaram (2006: 14-16),
The syntax of the reception oriented
model of concept attainment is a follows
:
Phase
I presentations of data and identifications of the concept
-
Teacher present labeled examples.
-
Students compare attributes of
positive and negative examples.
-
Students generate and test hypothese.
-
Students state a definition
according to the essential attributes.
Phase
II testing attainment of the concept.
-
Students identify additional
unlabeled examples as “yes” or “no”.
-
Teacher names the concept.
-
Teacher restates definition
according to essential attributes.
-
Students generate examples.
Phase
III Analysis of the thinking strategies
-
Students describe thoughts.
-
Students discuss role of
hypothese and attributes.
-
Students discuss type and number
of the hypothese.
-
Teacher evaluates the strategies.
Menurut Prabhakaram
(2006: 14-16), Sintaks dari model berorientasi
penerimaan pencapaian konsep
adalah sebagai berikut:
Tahap I presentasi data dan
identifikasi konsep
- Guru menyajikan contoh-contoh
berlabel.
- Siswa membandingkan atribut
contoh positif dan negatif.
- Siswa menghasilkan dan menguji
hipotesis.
- Siswa menyatakan definisi
sesuai dengan atribut penting.
Tahap II pengujian pencapaian
konsep.
- Siswa mengidentifikasi contoh
tambahan yang tidak berlabel sebagai "ya" atau "tidak".
- Guru memberi nama konsepnya.
- Guru menegaskan kembali
definisi menurut atribut-atribut penting.
- Siswa menghasilkan contoh.
Tahap III Analisis strategi
berpikir
- Siswa mendeskripsikan
pemikiran.
- Siswa mendiskusikan peran
hipotesis dan atribut.
- Siswa mendiskusikan tipe dan
jumlah hipotesis.
- Guru mengevaluasi strategi.
According
to Dills and Romiszowski (1997: 524),
They state the first step is
to select and define a concept that has define critical attributes. Clearly
identifiable characteristics are necessary in order to effectively use the
model. After selecting a concept, they recommend that the teacher write an
appropriate definition for the lesson. However, they remind the teacher that :
“The
major purpose of the lesson is to allow students the chance to author their own
definition : for many reason, students-generated definition are often superior
to the initial definition created by the teacher. In any event, the outstanding
function of the concept attainment model is to provide an alternative to
telling leaners what to understand, allowingthem, literally, to participate in
the understanding”.
The second step
is to the critical characteristics of the concepts.theer are two type of
attributes of characateristics. The first is the essential or critical
attribute or characteristics. Essential attributes are defining attributes of
the concept buatare not considered essential to definition of the concept. For
example, a critical attribute of a table would be table legs. Table legs are
essential in defining the concept of table. All tables have some sort of color
associated with them, but color is not essential to tht understanding of the
concept of a table. Therefore, color in this concept is nonessential attribute.
The third step
is to develop a list of examples and non-examples of the concept.the examples
must include all of the essential attributes.the non-examples must not include
all of the essential characteristics of the concept. The number of examples and
non-examples that need to be generated by the teacher depends on the
sophistication of the concept.
Terjemahan :
Menurut Dills dan
Romiszowski (1997: 524), Mereka menyatakan langkah
pertama adalah memilih dan menetapkan konsep yang telah menentukan
atribut-atribut kritis. Karakteristik yang dapat diidentifikasi secara jelas
diperlukan agar dapat menggunakan model secara efektif. Setelah memilih konsep,
mereka merekomendasikan agar guru menulis definisi yang tepat untuk pelajaran.
Namun, mereka mengingatkan guru bahwa:
“Tujuan utama dari pelajaran ini
adalah untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk menulis definisi mereka
sendiri: karena banyak alasan, definisi yang dihasilkan siswa sering kali lebih
superior daripada definisi awal yang dibuat oleh guru. Bagaimanapun juga,
fungsi luar biasa dari model pencapaian konsep adalah memberikan alternatif
untuk memberi tahu apa yang harus dipahami, membiarkan mereka, secara harfiah,
berpartisipasi dalam pemahaman ”.
Langkah
kedua adalah
karakteristik kritis dari konsep. Theer adalah dua jenis atribut karakteristik.
Yang pertama adalah atribut atau karakteristik esensial atau kritis. Atribut
esensial adalah mendefinisikan atribut dari konsep yang dibuat tidak dianggap
penting untuk definisi konsep. Misalnya, atribut penting dari tabel adalah kaki
meja. Kaki meja sangat penting dalam mendefinisikan konsep meja. Semua tabel
memiliki semacam warna yang terkait dengannya, tetapi warna tidak penting untuk
pemahaman konsep meja. Oleh karena itu, warna dalam konsep ini adalah atribut
yang tidak penting.
Langkah
ketiga adalah
mengembangkan daftar contoh dan non-contoh dari konsep tersebut. Contoh-contoh
harus mencakup semua atribut penting. Non-contoh tidak harus mencakup semua
karakteristik penting dari konsep. Jumlah contoh dan non-contoh yang perlu
dihasilkan oleh guru tergantung pada kecanggihan konsep tersebut.
According
to Singh,dkk. (2008 : 189), Syntax of concept attainment model
Phase
I- presentation of Data and identification of concept. (Teacher presents
labeled examples. Students compare attribute in positive and native examples.
Students generate and test hypothesis, students state a definition according to
the essential attributes).
Phase
II-Testing attainment of concept (students identify unlabeled examples as yes
or no, teachers confirm student’s hypothesis, names, concept and restates
definition according to essential attributes, students generate examples).
Phase
III- Analysis of thinking strategies ( students describe thoughs, student
discuss role of hypothesis and attributes, students discuss type and number of
hypothesis).
According
to Singh,dkk. (2008 : 190), the concept attainment is process through three
phases,which are describe as follows:
1. In
the first phase data are presented to the learner.the data may be of any events
or people or any other discriminately unit. The learner delineates the units of
information in various kinds of attributes, the concept was developed from that
the learner is encourage to drive out the concept or principles or
discriminatory concept which is being used on the basis of selection of units.
2. In
this phase,students test the kinds of the concepts and then attributes in a
variety of materials appropriate to their age and experience. The complexity of
developing concepts increases with the age of the learners. Young children may
analyze the simple concepts like fedding bottle, cat, and family etc. Older
children may examine concepts like socal status and other more complex.the main
purpose of this phase is to increase the knowledge of the nature of concepts
and how they are used.
3. The
phase begins by analyzing the thinking startegies toattain the concepts by the
students. Some learners start with broad constructs and gradually narrow down
the field or become more specific in their statement of the concept.
Terjemahan :
Menurut Singh, dkk.
(2008: 189), tahapan model pencapaian konsep
Tahap I- presentasi Data dan
identifikasi konsep. (Guru menyajikan contoh yang diberi label. Siswa
membandingkan atribut dalam contoh-contoh positif dan asli. Siswa menghasilkan
dan menguji hipotesis, siswa menyatakan definisi sesuai dengan atribut-atribut
penting).
Tahap II-Pengujian pencapaian
konsep (siswa mengidentifikasi contoh yang tidak dilabeli sebagai ya atau
tidak, guru mengkonfirmasi hipotesis, nama, konsep, dan menegaskan kembali
definisi menurut atribut penting, siswa menghasilkan contoh).
Tahap III- Analisis strategi
berpikir (siswa menggambarkan olah-olah, siswa mendiskusikan peran hipotesis
dan atribut, siswa mendiskusikan jenis dan jumlah hipotesis).
Menurut Singh, dkk. (2008: 190),
pencapaian konsep adalah proses melalui tiga fase, yang dijelaskan sebagai
berikut:
1. Dalam
data fase pertama disajikan kepada peserta didik. Data dapat berupa peristiwa
atau orang atau unit lain yang diskriminatif. Pembelajar menggambarkan
unit-unit informasi dalam berbagai jenis atribut, konsep dikembangkan dari
bahwa pembelajar didorong untuk mengusir konsep atau prinsip atau konsep
diskriminatif yang digunakan atas dasar pemilihan unit.
2. Dalam
fase ini, siswa menguji konsep-konsep dan kemudian atribut dalam berbagai
materi yang sesuai dengan usia dan pengalaman mereka. Kompleksitas konsep yang
berkembang meningkat seiring dengan usia para pembelajar. Anak-anak kecil dapat
menganalisa konsep sederhana seperti botol minum, kucing, dan keluarga dll.
Anak-anak yang lebih tua dapat memeriksa konsep-konsep seperti status sosial
dan lainnya yang lebih kompleks. Tujuan utama fase ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan tentang sifat konsep dan bagaimana mereka bekas.
3. Fase
dimulai dengan menganalisis pemikiran awal untuk memenuhi konsep oleh siswa.
Beberapa peserta memulai dengan konstruksi yang luas dan secara bertahap
mempersempit bidang atau menjadi lebih spesifik dalam pernyataan konsep mereka.
2.1.2.1
Faktor yang Mempengaruhi Model Pencapaian Konsep
According
to Siddiqui and Khan (2007:20),
in their work on concept attainment,
Bruner and his associates uncovered six distinct thinking startegies used to
attain concepts and five sets of factors that affect selection of these
strategies. The five factors that affect concept attainment behavior are as
follows:
i. Definition
of task
The
prior set of the learner, that is whether the learner is seeking to learn a
concept or just a collection of isolated facts, the learner’s familiarity with
and predilection for the relevant attributes of the concept, and the depth of
understanding of the concepts sought by the learner.
ii. Nature
of the instances encountered
The
number and kinds of attributes of examples and non examples; the order and
frequency of presentation of examples and non-examples, the amount of
information needed to ensure concept attainment and the subject’s ability to
control the order of and timing of examplesand non-examples.
iii. Nature
of validation
The
sources, frequency,immediacy,ambiguity, and directness or indirectness of
validation.
iv. Anticipated
consequences of categorizing
The
likelihood of anticipated consequences and yhe expected values of these
consequences.
v. Nature
of imposed restrictions
the
restrictions imposed on selection of strategies by the conditions under which
the subject must work.
Terjemahan :
Menurut Siddiqui dan
Khan (2007: 20), dalam pekerjaan mereka pada pencapaian konsep, Bruner dan
rekan-rekannya menemukan enam awal pemikiran yang berbeda yang digunakan untuk
mencapai konsep dan lima set faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi ini.
Kelima faktor yang mempengaruhi perilaku pencapaian konsep adalah sebagai
berikut:
i.
Definisi
tugas
Set awal dari pembelajar, yaitu
apakah pembelajar mencari untuk mempelajari suatu konsep atau hanya kumpulan
dari fakta-fakta yang terpisah, keakraban pelajar dengan dan predileksi untuk
atribut yang relevan dari konsep, dan kedalaman pemahaman konsep yang dicari
oleh pelajar.
ii.
Sifat
contoh yang ditemui
Jumlah dan jenis atribut contoh
dan bukan contoh; urutan dan frekuensi penyajian contoh dan non-contoh, jumlah
informasi yang diperlukan untuk memastikan pencapaian konsep dan kemampuan
subjek untuk mengontrol urutan dan waktu contoh dan non-contoh.
iii. Sifat validasi
Sumber, frekuensi, kedekatan,
ambiguitas, dan langsung atau tidak langsung dari validasi.
iv. Mengantisipasi konsekuensi dari
pengkategorian
Kemungkinan konsekuensi yang
diantisipasi dan nilai-nilai yang diharapkan dari konsekuensi-konsekuensi ini.
v.
Sifat
pembatasan yang dikenakan
pembatasan yang dikenakan pada
pemilihan strategi dengan kondisi di mana subjek harus bekerja.
2.1.2.2
Tujuan Penerapan Model Pencapaian Konsep
Menurut Ni Made (2009)
dalam Widiastuti (2014 : 24),“penerapan model pembelajaran pencapaian konsep
dalam proses belajar mengajar dapat menciptakan suasana yang respontif antara
siswa dengan guru, siswa dengan siswa sehingga siswa lebih aktif dalam
belajar”.
Menurut Usman (2004:
64) dalam Widiastuti (2014 : 24),“Penerapan model pembelajaran pencapaian
konsep mengandung dua tujuan utama yaitu (1) tujuan isi, yaitu tujuan tentang
penguasaan materi pelajaran menyangkut hubungan-hubungan antara konsep yang ada
dalam materi pelajaran tersebut, dan (2) tujuan pengembangan berpikir kritis.
Model pembelajaran pencapaian konsep bermanfaat untuk memberikan pengalaman
metode sains kepada para siswa dan secara khusus menguji hipotesis.
Menurut
Widiastuti (2014 : 32),“Proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
pencapaian konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa meliputi:(1)
presentasi data dan identifikasi data; (2) pengujian pencapaian konsep dan (3)
analisis strategi-strategi berpikir.
According
to Siddiqui and Khan (2007:24), concept attainment model has been designed to
enrich the students on specific concepts
and by the inductive reasoning and opportunities for altering and improving
students concept building strategies. Specially with abstract concept, the
model also nurtures an awereness of alternative perspectives, a sensitivity to
logical reasoning in communication and a tolerance of ambiguity.
Terjemahan :
Menurut Siddiqui dan
Khan (2007: 24), Model pencapaian konsep telah dirancang untuk memperkaya siswa
pada konsep tertentu dan dengan penalaran induktif dan kesempatan untuk
mengubah dan meningkatkan strategi membangun konsep siswa. Khususnya dengan
konsep abstrak, model ini juga memelihara kesadaran perspektif alternatif,
kepekaan terhadap penalaran logis dalam komunikasi dan toleransi ambiguitas.
Menurut Suardi (2018 :
23) ,Tujuan kognitif dibagi dalam 6
bagian yaitu :
1. Knowledge (Pengetahuan)
Meliputi informasi dan fakta yang dapat
dikuasai melalui hafalan untuk diingat.
2. Comprehension (Pemahaman)
Merupakan kesanggupan untuk menyatakan
suatu definisi, rumusan, menafsirkan suatu teori.
3. Application (Penerapan)
Merupakan kesanggupan menerapkan atau
menggunakan suatu pengertian, konsep, prinsip, teori yang memerlukan penguasaan
pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.
4. Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menguraikan
sesuatu dalamunsur-unsurnya misalnya analisis hubungan antara masyarakat dengan
alam dan jagad raya.
5. synthesis (Sintesis)
Yaitu kesanggupan untuk melihat hubungan
antara sejumlah unsur.
6. Evaluation (Penilaian)
Penilaian berdasarkan bukti-bukti atau
kriteria tertentu.
Tujuan
afektif dibagi dalam 5 bagian, yaitu: ,
1. Receiving
Yaitu menerima, menaruh perhatian
terhadap nilai tertentu.
2. Responsding (Merespons)
Yaitu memperlihatkan reaksi terhadap
norma tertentu, menunjukan kesediaan dan kerelaan untuk merespons.
Menurut Sa’diyah (2015: 226),
Implementasi model concept attainment dapat dijadikan salah satu cara
agar siswa dapat menjadi aktif dan termotivasi untuk belajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Hal ini karena siswa dituntut untuk
menemukan konsep yang sedang dipelajari melalui pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membantu siswa
dalam memperoleh suatu konsep adalah metode demonstrasi. Dimana penggunaan
metode pembelajaran dapat merangsang timbulnya semacam komunikasi internal
dalam diri siswa.
Menurut Brunner dan
Austin (1956) dalam Yulhendri dan syofyan (2016: 26), model penemuan konsep
relatif sama dengan model induktif, yaitu dirancang untuk mengajarkan konsep
dan membantu siswa lebih aktif dalam mempelajari konsep. Model ini merupakan
metode efisien dalam menyajikan informasi yang tersusun dan terencana dari
ruang lingkup topik yang luas bagi siswa pada setiap tingkatan.
According
to Passi B.K.Singh L,C and Sansawal D.N (1986) in Basapur (2018 : 33- ), investigatedin to implementing training
strategies and studied effectiveness of different variations in components of
training strategy for concept attainment model inquiry training model in terms
of understanding, competence, reactions and willingness of student-teacher.
The objective of study for concept attainment model
were:
i)
To compare understanding of
student teachers belonging to the standard model treatment group (E1) the group
having variation in peer Practice Feed Back (PPF) (E2) and the group doing PPF
in pairs (E3).
ii) To
compare the competency in the beginning of PPF of student teachers belonging to
E1,E2, and E3 groups.
iii) To
compare the competency at the end of PPF of student-teacher belonging to E1,E2,and
E3 groups.
Terjemahan
:
Menurut Passi BKSingh
L, C dan Sansawal DN (1986) dalam Basapur (2018:33), diselidiki untuk
menerapkan strategi pelatihan dan mempelajari keefektifan variasi yang berbeda
dalam komponen strategi pelatihan untuk model pelatihan model penemuan
pencapaian konsep dalam hal pemahaman , kompetensi, reaksi dan kemauan
siswa-guru.
Tujuan penelitian
untuk model pencapaian konsep adalah:
i) Untuk membandingkan pemahaman
guru siswa yang termasuk dalam kelompok perlakuan model standar (E1) kelompok
yang memiliki variasi dalam Praktik Rekan Umpan Balik (PPF) (E2) dan kelompok
melakukan PPF berpasangan (E3).
ii) Untuk membandingkan
kompetensi di awal PPF guru siswa yang tergabung dalam kelompok E1,
E2, dan E3.
iii) Untuk membandingkan
kompetensi pada akhir PPF siswa-guru milik E1, E2, dan E3
kelompok.
According
to Dills and Romiszowski (1997: 524), the concept attainment model is used to
help students learn new concept. This model also assists students in analyzing
their conceptual thinking, which in tur,assist students to improve their
conceptual thinking (Joyce,1985). This model assists conceptual development
through the use of critical attributes. Critical attributes are defined as the
essential characteristics that constitute a concept. This model assists
students in identifying the critical attributes of a concept through the use of
examples and non-examples of that concept. Gunter, Estes and Schwab (1990)
describe the concept attainment model as an eight-step process.
Terjemahan :
Menurut Dills dan
Romiszowski (1997: 524), model pencapaian konsep digunakan untuk membantu siswa
mempelajari konsep baru. Model ini juga membantu siswa dalam menganalisis
pemikiran konseptual mereka, yang dalam tur, membantu siswa untuk meningkatkan
pemikiran konseptual mereka (Joyce, 1985). Model ini membantu pengembangan
konseptual melalui penggunaan atribut kritis. Atribut kritis didefinisikan
sebagai karakteristik esensial yang membentuk konsep. Model ini membantu siswa
dalam mengidentifikasi atribut penting dari suatu konsep melalui penggunaan
contoh dan non-contoh dari konsep itu. Gunter, Estes dan Schwab (1990)
menggambarkan model pencapaian konsep sebagai proses delapan langkah.
2.1.2.3 Keunggulan Model Pencapaian Konsep dalam
Pembelajaran
According
to Siddiqui (2008 : 109 -112), concept
attainment model for teaching was superior to traditional method of teaching. The main reason for this is that in
the concept attainment model, the data were presented before the student
teachers which might have helped in developing the favourable attitude towards
teaching profession. As far as the concept attainment model is corcerned, the
emphasis is given more to cognitive development, and from the theories of
learning it is clear that the cognitive development facilitates more learning.
The most important aim of this model is to acquaint the students with the
pre-existing concepts. The researchers was able to do the tasks. The
researchers presents the materials before the students through the model was so
organized that students were able to acquire the concept easily. Bruner and his
associates(1997) have emphasized that thinking ability of learner supports the
concept building strategies.. One of the objectives of the concept attainment
model is to maximise the information obtained from each instance which reduces
the cognitive strain and regulates the risk. The better achievement may be by
teaching through concept attainment model. Concept attainment model is more
effective teaching strategy than traditional method because the students remain
so attentive to learn and attain the concept easily. They get themselves
involved in the environment of active teaching-learning process.
Terjemahan :
Menurut Siddiqui
(2008: 109 -112), model pencapaian konsep untuk mengajar lebih unggul daripada
metode pengajaran tradisional. Alasan utama untuk ini adalah bahwa dalam model
pencapaian konsep, data disajikan di hadapan guru siswa yang mungkin telah
membantu dalam mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap profesi guru.
Sejauh model pencapaian konsep dikoreksi, penekanan diberikan lebih kepada
perkembangan kognitif, dan dari teori-teori pembelajaran jelas bahwa perkembangan
kognitif memfasilitasi lebih banyak pembelajaran. Tujuan yang paling penting
dari model ini adalah untuk mengenalkan siswa dengan konsep yang sudah ada
sebelumnya. Para peneliti mampu melakukan tugasnya. Para peneliti menyajikan
materi sebelum siswa melalui model sangat terorganisir sehingga siswa dapat
memperoleh konsep dengan mudah. Bruner dan rekan-rekannya (1997) telah
menekankan bahwa kemampuan berpikir pelajar mendukung strategi membangun
konsep. Salah satu tujuan dari model pencapaian konsep adalah untuk
memaksimalkan informasi yang diperoleh dari setiap contoh yang mengurangi
ketegangan kognitif dan mengatur risiko. Pencapaian yang lebih baik mungkin
dengan mengajar melalui model pencapaian konsep. Model pencapaian konsep adalah
strategi pengajaran yang lebih efektif daripada metode tradisional karena siswa
tetap sangat memperhatikan untuk belajar dan mencapai konsep dengan mudah.
Mereka melibatkan diri dalam lingkungan proses belajar-mengajar yang aktif.
According
to Singh (2011: 23),
In order to findout the individual
effectiveness of Concept Attainment Model, the scores of pupils on criterian
measures were obtained before the commencement of the experiment and after the
treatement.
i.
Effectivenes of teaching model in terms of mental process:
Tabel 1. Individual Effectiveness: t-ratio for
concept Attainmenet Model on Reasoning
Stage
|
N
|
Df
|
Mean
|
S.D.
|
t-ratio
|
Remarks
|
Pre Test
|
30
|
29
|
69.7
|
9.41
|
4.53
|
Siginificant at 0.01 and 0.05
level
|
Post Test
|
30
|
29
|
60.5
|
5.56
|
|
The obtained t-ratio 4.53 is significant at
0.01 and 0.05 level of significance for degree of freedom 29. The difference in
means of post-test scores and pre-test scores could therefore,be attributed to
treatement effects. This reveals that the group taught by Concept Attainment
Model achieved significantly greater mean score on reasoning ability at
post-test stage as compared to pre-test. Thus experimental group or subjects
exposed on Concept Attainment Model of teaching achieved higher scores on
reasoning ability at post-test stage. In other words Concept Attainment Model
of teaching is effective in developing reasoning ability among students.
ii.
Effectiveness of concept attainment model in terms of general-science ability:
Tabel 2. Effectiveness of CAM on
Science ability
Stage
|
N
|
df
|
Mean
|
S.D.
|
t-ratio
|
Remarks
|
Pre Test
|
30
|
29
|
58.16
|
10.30
|
8.09
|
Siginificant at 0.01 and 0.05
level
|
Post Test
|
30
|
29
|
77.83
|
7.95
|
|
In
the above table it can be clearly noticed that experimental group has achieved
higher score at post-test stage as compared to pre-test stage in terms of
science ability. It is further found in the table that t-ratio between pre and
post test mean score of the students exposed to CAM of teaching is 8.09. This
value is most significant at 0.01 and 0.05 level of significance for 29 degree
of freedom. The difference in the two means is thus attribute to the teaching
by Concept Attainment Model (treatment). This clearly implies that the
experiment group, taught through CAM of teaching achieved a significantly
higher score on science ability as a result of treatment. Thus CAM is effective
in fostering the ability of students towards science, i.e. it is able to bring
about significant development in general science ability.
Terjemahan :
Menurut Singh (2011:
23), Untuk menemukan keefektifan individu dari Model Pencapaian Konsep, jumlah
murid pada ukuran criterian diperoleh sebelum dimulainya eksperimen dan setelah
perawatan.
i.
Efektivitas model pengajaran dalam hal proses mental:
Tabel 1. Individu Efektivitas: t-rasio untuk konsep
Model Attainmenet pada Penalaran
Tahap
|
N
|
df
|
Berarti
|
S.D.
|
t-rasio
|
Keterangan
|
Pre Test
|
30
|
29
|
69.7
|
9.41
|
4.53
|
Signifikan
pada tingkat 0,01 dan 0,05
|
Post Test
|
30
|
29
|
60.5
|
5.56
|
T-ratio 4.53 yang
diperoleh signifikan pada tingkat signifikansi 0,01 dan 0,05 untuk derajat
kebebasan 29. Ini mengungkapkan bahwa kelompok yang diajarkan oleh Model
Pencapaian Konsep mencapai nilai rata-rata yang jauh lebih besar pada kemampuan
penalaran pada tahap pasca tes dibandingkan dengan pre-test. Jadi kelompok
eksperimen atau subjek yang terpapar pada Model Pencapaian Konsep pengajaran
mencapai skor yang lebih tinggi pada kemampuan penalaran pada tahap pasca tes.
Dengan kata lain Model Pencapaian Konsep pengajaran efektif dalam mengembangkan
kemampuan penalaran di kalangan siswa.
ii.
Efektivitas
model pencapaian konsep dalam hal kemampuan sains umum :
Tabel 2. Efektivitas CAM pada kemampuan Sains
Tahap
|
N
|
df
|
Berarti
|
S.D.
|
t-ratio
|
Keterangan
|
Pre Test
|
30
|
29
|
58.16
|
10.30
|
8.09
|
Signifikan pada tingkat 0,01 dan 0,05
|
Post Test
|
30
|
29
|
77.83
|
7.95
|
Dalam tabel di atas
dapat diketahui dengan jelas bahwa kelompok eksperimen telah mencapai skor yang
lebih tinggi pada tahap pasca tes dibandingkan dengan tahap pra-tes dalam hal
kemampuan sains. Lebih lanjut ditemukan dalam tabel bahwa t-rasio antara nilai
rata-rata pre dan post test dari siswa yang terpapar CAM mengajar adalah 8,09.
Nilai ini paling signifikan pada 0,01 dan tingkat signifikansi 0,05 untuk 29 derajat
kebebasan. Perbedaan dalam dua sarana ini dengan demikian atribut untuk
mengajar oleh Model Pencapaian Konsep (pengobatan). Ini jelas menyiratkan bahwa
kelompok eksperimen, yang diajarkan melalui CAM pengajaran mencapai skor yang
secara signifikan lebih tinggi pada kemampuan sains sebagai hasil dari
perawatan. Dengan demikian CAM efektif dalam mendorong kemampuan siswa menuju
sains, yaitu CAM mampu membawa perkembangan yang signifikan dalam kemampuan
sains umum.
According
to Kumar and Mathur (2013-166) the term Concept Attainment Model is
historically linked with the work of Jerome S.Bruner and his associates. This
Model is intended to teach specific concepts by comparing and contrasting
examples that contain the concept and that do not contain the concept. It is
built up from Bruner’s work on the cognitive activity called categorizing. He
is of the opinion that categorizing helps to reduce the complexity of
environment and necessity for concept learning.
Terjemahan :
Menurut Kumar dan
Mathur ( 2013-165-166), Istilah Model Pencapaian Konsep secara historis terkait
dengan karya Jerome S.Bruner dan rekan-rekannya. Model ini dimaksudkan untuk
mengajarkan konsep-konsep tertentu dengan membandingkan dan mengkontraskan
contoh-contoh yang mengandung konsep dan yang tidak mengandung konsep. Ini
dibangun dari karya Bruner pada aktivitas kognitif yang disebut pengkategorian.
Dia berpendapat bahwa pengkategorian membantu mengurangi kompleksitas
lingkungan dan kebutuhan untuk pembelajaran konsep.
According
to Kalani (2009: 436-437) Concept attain test (CAT)- by Anuradha Joshi and
Ratanmala Arya is also administered.Method of study-In this study pre-post
experimentalmethod has been used. The gathered data is treated with mean SD and
‘t’ test.
Findings-
1.
The achievement of students who were taught by concept attainment model were
found to be better than conventional method.
2.
Concept attainment model was more effective then conventional method with
respect to the scores on attainment on the concept in science.
3.
Concept attainment model was more effective than conventional method in the
retention of concept.
Terjemahan :
Menurut Kalani (2009:
436-437), konsep mencapai tes (CAT) - oleh Anuradha Joshi dan Ratanmala Arya
juga diberikan.Metode penelitian-Dalam penelitian ini pra-pasca metode
eksperimental telah digunakan. Data yang dikumpulkan diperlakukan dengan
rata-rata SD dan uji ‘t’.
Temuan-
1. Prestasi siswa yang diajar
oleh model pencapaian konsep ditemukan lebih baik daripada metode konvensional.
2. Model pencapaian konsep lebih
efektif daripada metode konvensional dengan memperhatikan skor pencapaian pada
konsep dalam sains.
3. Model pencapaian konsep lebih
efektif daripada metode konvensional dalam retensi konsep.
2.1.3
Penerapan
Model Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran Fisika
Menurut Taufik (2010 : 31-33) Hasil identifikasi
terhadap kondisi obyektif pembelajaran di sekolah saat ini menunjukkan
permasalahan antara lain:
(1)
Banyak siswa mampu menyajikan tingkat
hapalan yang baik terhadap materi pelajaran yang diterimanya, tetapi pada
kenyataannya tidak memahaminya;
(2)
Sebagian besar dari siswa tidak mampu
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan; serta
(3)
Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka
biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dengan metode
ceramah.
Padahal
di sisi lain, siswa sangat membutuhkan pemahaman konsep yang berhubungan dengan
aktivitas kehidupan di masyarakat di mana mereka akan menjalani kehidupan dan
bekerja. Dalam konteks yang lebih luas pembelajaran IPA (Fisika) tidak hanya
membelajarkan konsep-konsepnya saja, namun juga disertai dengan pengembangan
sikap dan keterampilan ilmiah (domain pengetahuan dan proses kognitif) untuk
memahami gejala alam yang terjadi di sekitarnya.
Menurut Setiyorini
(2018 : 30-36 ) Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1)
Pembelajaran IPA dengan menggunakan
model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Karena dalam penerapan model pembelajaran kontekstual, guru menghubungkan
antara pengetahuan yang diperoleh siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa sebelumnya dan guru juga menghubungkan materi dengan dunia nyata siswa
yaitu dengan membawa benda-benda yang sering mereka temui untuk dijadikan media
pembelajaran sehingga dapat membantu memudahkan siswa dalam mengkonsepkan
materi IPA;
(2)
Pendekatan Outdoor Learning merupakan
salah satu alternatif pembelajaran IPA yang sesuai dengan semangat belajar IPA
yaitu cara mencari tahu dan mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa. Selain itu
melalui pendekatan Outdoor Learning berbagai potensi siswa memiliki
peluang untuk berkembang lebih optimal karena ada interaksi yang nyata antara
siswa dengan dunia nyata; dan
(3) Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran
IPA tidak hanya dilaksanakan di dalam kelas (Indoor) saja, tetapi lebih
banyak dilakukan di luar kelas (Outdoor). Sehingga siswa lebih mudah
memahami materi yang telah disampaikan guru, siswa lebih cepat menangkap makna
pembelajaran IPA, siswa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti, siswa
mampu berkerja sama dalam kelompok, dan siswa lebih kritis dan kreatif dalam
memberitangapan dalam pembelajaran IPA.
Menurut Suranti (2016 : 73-75 ) Fisika sebagai salah
satu bagian IPA berperan penting dalam membentuk peserta didik yang
berkualitas. Fisika merupakan pengetahuan, gagasan dan konsep tentang alam
sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui pengamatan dan diaplikasikan
dalam dunia nyata. Fisika memiliki konsep, prinsip dan hukum yang menyatakan
bahwa “beberapa konsep fisika termasuk konsep yang abstrak”. Konsep fisika yang
abstrak sering kali menjadi kendala bagi guru dalam menyampaikan materi kepada
peserta didik, sehingga peserta didik belum optimal dalam memahami konsep yang
dijelaskan guru. Hal ini tentunya berdampak pada minat belajar peserta didik
dalam menerima pelajaran fisika yang menyebabkan rendahnya penguasaan konsep
peserta didik untuk menyelesaikan suatu persoalan.
Anggapan bahwa fisika rumit menyebabkan antusias
peserta didik dalam mengajukan pertanyaan dan berdiskusi dengan guru masih
belum optimal. Kurangnya minat belajar peserta didik menyebabkan penguasaan
konsep masih rendah. Menyikapi permasalahan tersebut ditawarkan model project
based learning yang dapat meningkatkan penguasaan konsep peserta didik.
Dalam penelitian ini penguasaan konsep yang dimaksud adalah kemampuan kognitif.
Kategori-kategori dalam dimensi penguasaan konsep tersebut meliputi, C1
(mengingat), C2 (memahami), C3 (mengaplikasi), C4 (menganalisis),
C5(mengevaluasi), dan C6 (mencipta). Penguasaan konsep fisika peserta didik
yang telah diperoleh tersebut dapat menumbuhkan kreativitas peserta didik dalam
memecahkan suatu persoalan. Berdasarkan uraian di atas peneliti mendefinisikan
penguasaan konsep adalah suatu kemampuan kognitif peserta didik pada materi
alat-alat optik yang dapat diukur melalui kategori C1 sampai C6 (mengetahui
sampai mencipta).
2.2
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RENCANA PELKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan pendidikan :
SMA
Kelas/ Semester :
X/Genap
Mata Pelajaran :
Fisika
Materi
Pokok : Suhu
dan Kalor
Waktu : 9 JP ( 9 x 45 menit )
A. Kompetensi Inti SMA kelas X
1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2.
Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai,
responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan bangsa
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3.
Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, dan
prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
4.
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
B. Kompetensi indikator dan Kompetensi
Dasar
Kompetensi dasar
|
Indikator
|
3.5 Menganalisis pengaruh
kalor dan
perpindahan kalor yang meliputi karakteristik termal suatu bahan, kapasitas,
dan konduktivitas kalor pada kehidupan sehari-hari.
|
Pertemuan
Pertama
3.5.1 Menjelaskan
pengertian suhu.
3.5.2 Menjelaskan pengertian kalor.
3.5.3 Menyebutkan alat pengukur suhu.
3.5.4 Menjelaskan alat pengukur suhu dan skalanya masing-masing.
3.5.5 Menghitung konversi skala thermometer
Pertemuan
kedua
3.5.6 Menjelaskan pengertian tentang pemuaian
3.5.7 Menyebutkan macam-macam pemuaian dalam kehidupan sehari-hari.
3.5.8 Menganalisis perubahan suhu terhadap pemuaian benda.
3.5.9 Menyebutkan penerapan pemuaian dala kehidupan sehari-hari.
3.5.10 Menjelaskan hubungan kalor dengan suhu benda dan wujudnya
Pertemuan ke
tiga
3.5.11 Menjelaskan kapasitas kalor dan kalor jenis benda.
3.5.12 Menghitung jumlah kalor yang dibutuhkan.
3.5.13 Menghitung jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu dari titik
beku hingga titik uap.
3.5.14 Menjelaskan bunyi azas black.
3.5.15 Menghitung suhu campuran menggunakan persamaan azas black.
3.5.16 Menyebutkan penerapan azas black dalam kehidupan sehari-hari.
Pertemuan ke
empat
3.5.17 Menjelaskan tiga cara perpindahan kalor
3.5.18 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempegaruhu tiga cara perpindahan
kalor
|
4.5 Merencanakan
dan melakukan percobaan tentang karakteristik termal suatu bahan, terutama
terkait dengan kapasitas dan konduktivitas kalor, beserta presentasi hasil
dan makna fisisnya.
|
4.5.1 Merencanakan
percobaan untuk menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama
kapasitas dan konduktivitas kalor
4.5.2 Melaksanakan
percobaan untuk menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama
kapasitas dan konduktivitas kalor
4.5.3 Menyelidiki
karakteristik termal suatu bahan, terutama kapasitas dan konduktivitas kalor
4.5.4 Menyimpulkan
kapasitas dan konduktivitas kalor
|
C. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Rincian
Kegiatan
|
Waktu
|
Pendahuluan
Guru memberi salam dan melakukan
absensi
Guru menyampaikan judul materi yang
akan dibahas
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran hari ini
Guru membentuk kelompok (4-5
orang)
|
20 Menit
|
Kegiatan
Inti
·
Penyajian
Data dan Identifikasi Objek
1. Guru
menyajikan contoh-contoh mengenai suhu dan kalor yang telah dilabeli.
2. Siswa
membandingkan sifat-sifat dalam contoh positif dan negatif yang bersangkutan
denag suhu dan kalor.
3. Siswa
menghasilkan dan menguji hipotesis dari kegiatan percobaan mengenai suhu dan
kalor.
4. Siswa
menyebutkan sebuah definisi yang didapatkan dari kegiatan percobaan mengenai
suhu dan kalor menurut sifat-sifat esensial.
·
Menguji
Pencapaian Konsep
1. Siswa
mengidentifikasi contoh tambahan mengenai suhu dan kalor yang tidak diberi
label Ya atau Tidak dan dapat membedakan contoh contohnya.
2. Guru
mengkonfirmasi hipotesis, norma-norma konsep dan menyatakan kembali definisi
mengenai suhu dan kalor menurut sifat-sifat esensial kepada siswa.
3. Siswa
menghasilkan contoh-contoh sendiri dari konfirmasi yang telah guru berikan
mengenai hipotesis suhu dan kalor.
·
Analisis
Strategi Berpikir
1. Siswa
menjelaskan pemikiran-pemikiran sendiri dari menguji hipotesis dari kegiatan
percobaan mengenai suhu dan kalor.
2. Siswa
membahas peran hipotesis dan sifat-sifat mengenai suhu dan kalor.
3. Siswa
membahas jenis dan jumlah hipotesis mengenai suhu dan kalor.
|
100
menit
|
Penutup
Bersama
peserta didik merangkum konsep perubahan
suhu dan perpindahan kalor.
Melaksanakan
postes.
Memberikan
tugas baca tentang alat-alat optic untuk
pertemuan selanjutnya.
|
15
menit
|
D. Indikator Pencapaian
1. Menganalisis
pengaruh perubahan suhu benda terhadap
ukuran benda (pemuaian).
2. Memaparkan
faktor – faktor yang mempengaruhi besar pemuaian zat padat, cair dan gas.
3. Membedakan
besar pemuaian (panjang, luas dan volume) pada berbagai zat secara kuantitatif.
E. Tujuan
Pembelajaran
Kemampuan
dasar yang akan dimiliki siswa setelah mempelajari materi ini adalah siswa
dapat :
1. Menguasai
cara mengalibrasi thermometer.
2. Melakukan
konversi skala thermometer pada skala suhu Celsius, Reamur, Kelvin dan
Fahrenheit.
3. Memahami
konsep pemuaian zat padat.
4. Memformulasikan
pemuaian panjang.
5. Memformulasikan
pemuaian luas.
6. Memformulasikan
pemuaian volume.
7. Memahami
konsep pemuaian zat cair serta dapat menjelaskan anomaly air.
8. Menyelesaikan
soal – soal hitungan yang berkaitan
dengan pemuain panjang, luas dan volume.
9. Menjelaskan
tentang pemuaian gas dengan memahami hokum Boyle, hokum Gay Lussac, hokum
Charless dan hokum Boyle – Gay Lussac.
F. Materi
Pembelajaran
Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor
Suhu
dan pemuaian (Terlampir)
Hubungan
kalor dengan suhu benda dan wujudnya (Terlampir)
Azas
Black (Terlampir)
Peripindahan
kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi (Terlampir)
G.` Model/Metode
Pembelajaran
Model pencapaian konsep dengan metode demonstrasi
H. Alat/Media/Sumber
Pembelajaran
·
Sumber
Pembelajaran
1.
Buku Teks Pelajaran Fisika
2.
Panduan
Praktikum Fisika SMA
3.
e-dukasi.net
· Media
1.
Power
point
·
Alat
1.
Termometer, stopwatch, lilin, batang
logam aluminium,besi dan timah, pemanas air .
2.3
Kajian Kritis
Suatu konsep dapat diartikan sebagai suatu absrakasi mental
yang mana abstraksi mental tersebut memiliki kelas-kelas stimulus, sehingga
suatu konsep itu telah dipelajari jika siswa dapat menampilkan
perilaku-perilaku tertentu. Dengan demikian
tingkat pemahaman konsep siswa dapat ditentukan oleh banyaknya jaringan
informasi yang telah dimiliki. Seorang siswa dapat dikatakan sudah memahami
konsep, apabila konsep tersebut sudah tersimpan dalam pikirannya, dengan dapat
membuat suatu contoh konsep dan membedakan contoh dan non contoh. Model
pembelajaran concept attainment disertai metode demonstrasi
menitikkanberatkan pada pembentukan konsep dan menuntut siswa untuk menemukan
konsep tertentu melalui penelaahan masalah, perumusan, dan pengujian hipotesis
sehingga siswa yakin dengan konsep yang mereka temukan.
Adapun unsur-unsur dalam model pencapaian konsep yakni: langkah-langkah yang perlu dilakukan
dalam penerapan model pembelajaran pencapaian konsep yaitu pertama kita sebagai
seorang guru harus memilih dan menentukan karakateristik-karakteristik secara
kritis yang akan dikonsepkan dan dapat
diidentifikasi secara jelas. Dengan begitu siswa dapat membuat definisinya sendiri
mengenai pelajaran yang sedang di ajarakan melalui konsep yang telah dibuat.
Yang kedua adalah siswa
menguji penemuan yang telah mereka dapat dari konsep, setelah itu guru dapat
menilai benar atau salah dari hipotesis
siswa, kemudian guru merevisi pilihan konsep yang mereka tentukan sebagaimana
mestinya. Adapun tahapan yang terakhir guru memberikan contoh dan
non contoh dalam konsep tersebut.
Adapun Sistem sosial yaitu Sebelum mengajar
dengan model pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah
bahan menjadi contoh-contoh positif dan negatif, dan mengurutkan/merangkai
contoh-contoh tersebut, Prinsip-prinsip
reaksi yaitu guru perlu bersifat mendukung hipotesis siswa dan menciptakan
dialog di mana para siswa saling menguji hipotesis mereka, selanjutnya Sistem Pendukung mewajibkan agar pekerjaan siswa dalam pencapaian
konsep tidak untuk menemukan konsep-konsep baru, tetapi untuk mencapai
konsep-konsep yang sebelumnya telah diseleksi oleh guru dan Penerapan pada semua bidang materi
menekankan materi atau proses.
Dalam pembelajaran harus ditekankan pada analisis siswa terhadap hipotesis
yang ada dan mengapa hipotesis itu diterima, dimodifikasi, atau ditolak. Siswa
harus dilatih dalam menciptakan jenis-jenis kesimpulan, seperti membuat contoh
penyangkal atau non-contoh, dan sebagainya. Oleh karena itu, tujuan
pembelajaran harus ditekankan pada dua aspek tersebut, yaitu pengembangan
konsep dan relasi-relasi antara konsep yang terkait erat, serta latihan
berpikir keritis terutama salam merumuskan dan menguji hipotesis. Aspek penting
dalam perencanaan pelajaran adalah guru harus mengetahui apa yang diinginkan
dari siswanya. Model pembelajaran pencapaian konsep ini sangat efektif untuk
mengembangkan cara berpikir siswa secara sains dimana siswa akan berpikir secara
kreatif dan kritis. Apalagi dalam pemebelajaran fisika konsep ini sangat
berpengaruh jika di terapkan dalam kegiatan belajar mengajar karena dalam penerapan model
pembelajaran kontekstual, guru menghubungkan antara pengetahuan yang diperoleh
siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dan guru juga
menghubungkan materi dengan dunia nyata siswa yaitu dengan membawa benda-benda
yang sering mereka temui untuk dijadikan media pembelajaran sehingga dapat
membantu memudahkan siswa dalam mengkonsepkan materi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari kajian teori yang telah dibahas, dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Model-model pembelajaran yang tergolong
dalam kelompok model pengolahan informasi adalah model pencapaian konsep (Concept Attainment), model berpikir
induktif (Inductive Thinking), model
latihan penelitian (Inquiry Thinking),
model pemandu awal (Advance Organizer),
model memorisasi (Memorization),
model pengembangan intelek (Developing
Intellect) dan model penelitian ilmiah (Scientific
Inquiry). Sementara itu, model pencapaian konsep adalah suatu strategi
mengajar bersifat induktif didesain untuk membantu siswa dari semua usia dalam
memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dan melatih menguji
hipotesis.
2.
Unsur-unsur model pencapaian konsep
terdiri dari :
·
Tahapan-tahapan yaitu tahap I- presentasi Data dan
identifikasi konsep, tahap II-Pengujian pencapaian konsep dan tahap III-
Analisis strategi berpikir,
·
Sistem social yaitu Sebelum mengajar
dengan model pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah
bahan menjadi contoh-contoh positif dan negatif, dan mengurutkan/merangkai
contoh-contoh tersebut,
·
Prinsip-prinsip reaksi Selama proses pelajaran, guru perlu
bersifat mendukung hipotesis siswa. Namun, menekankan bahwa mereka menjadi
bersifat hipotesis dan untuk menciptakan
dialog di mana para siswa saling menguji hipotesis mereka,
·
Sistem Pendukung Pelajaran pencapaian
konsep mewajibkan agar contoh positif dan negative disajikan kepada siswa.
Sebaliknya ditekankan agar pekerjaan siswa dalam pencapaian konsep tidak untuk
menemukan konsep-konsep baru,tetapi untuk mencapai konsep-konsep yang
sebelumnya telah diseleksi oleh guru. Ketika siswa disajikan dengan contoh,
mereka menjelaskan karakteristik(atribut)-nya, mencari atribut bersama dalam
contoh positif yang tidak ditampilkan dalam contoh negative,
·
Penerapan pada semua bidang materi
menekankan materi atau proses. Jika penekanan berada pada analisis pemikiran,
contoh singkat latihan pencapaian konsep dapat dikembangkan sehingga lebih
banyak waktu yang dapat dihabiskan pada analisis pemikiran..
3.
Penerapan model penguasaan konsep dalam
pembelajaran dapat menggunakan kemampuan kognitif. Penerapan model dilakukan
dengan cara guru menghubungkan antara pengetahuan yang diperoleh siswa dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dan guru juga menghubungkan
materi dengan dunia nyata siswa.
3.2
Saran
Model
pencapaian konsep dapat terlaksana dengan baik, apabila menerapkan
tahapan-tahapan model tersebut secara sistematis mulai dari tahap
I- presentasi Data dan identifikasi konsep, tahap II-Pengujian pencapaian
konsep dan tahap III- Analisis strategi berpikir dan menerapkan unsur-unsur
lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Andayani.2015.Problema dan Aksioma : dalam Metodologi
Pembelajaran Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Deepublish.
Basapur,Jagadeesh.2018. Concept Attainment Strategy in Science Discipline.
Solapur : Laxmi Book Publication.
Darmadi.2017.Pengembangan Model Metode Pembelajaran dalam
Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta: Deepublish.
Dills,C.R
and Romiszowski,A.J. 1997. Instructional
Development Paradigms. New Jersey : Educational Technology Publications.
Joyce,
Bruce, dkk.2016. Model of Teaching Edisi
Kesembilan.Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Kalani,
Aarti. 2009. A Study Of The Effectiveness
of Concept Attainment Model Over Conventional Teaching Method for Teaching
Science In Relation to Acievement and Retention. International Research
Journal. Vo. 2. ISSN : 0974-2832.
Khirwadkar,
Anjali. 2007. Teaching of Chemistry
Modern Methods. New Delhi : Sarup & Sons.
Kumar, A and Mathur, M. 2013. Effect of Concept Attainment Model on
Acquisition of Physics Concepts. Universal Journal of Educational Research.
Vol.1.No. 3. ISSN: 165-169.
Margolis,
E and Laurence, S. 1999. Concepts
Core Readings. England : A Bradford Book The MIT press
Nondo.,F.,T,dkk.2018.Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian
Konsep Untuk Peningkatan Pemahaman Konsep Fisika Pada Siswa Kelas X SMA Negeri
8 Palu. Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT). Vol.4.No.4. ISSN:2338
3240.
Prabhakaram.
2006. Concept Attainment model in
Mathematics Teaching. India : Discovery Publishing House. ISSN :
81-714-424-9.
Rahmi,Zulfa
dan Hidayati,Aulia.2016. Hubungan Antara
Kemampuan Membuat Peta Konsep dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fisika Stkip
Pgri Sumatera Barat Gravity. Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran
Fisika.Vol.2.No.2.ISSN:2442-515x.
Sa’diyah,Halimatus,dkk.2015.Model Pembelajran Concept Attainment
disertai Metode Demonstrasi pada Pembelajaran IPA-Fisika di SMP (Studi
Eksperimen pada Aktivitas dan Hasil Belajar IPA-Fisika). Jurnal
Pembelajaran Fisika. Vol.3.No. 3.
Setiyorini.,N.,D.2018.Pembelajaran
Kontekstual Ipa Melalui Outdoor
Learning Di SD Alam Ar- Ridho Semarang. AL-MUDARRIS Journal of Education.Vol.1.No.1. ISSN : 2620-5831.
Siddiqui,
M.H. 2008. Excellence of Teaching : A
Model Approach. New Delhi : APH Publishing Corporation.
Siddiqui,M.H dan Khan, M.S. 2007. Models of Teaching Theory and Research. New Delhi: APH publishing
Corporation.
Silaban,
Bajongga. 2014. Hubungan antara
Penguasaan Konsep Fisika dan Kreativitas dengan Kemampuan Memecahkan Masalah
pada Materi Pokok Listrik Statis. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan.
Vol.20.No.1.ISSN: 0852-0151.
Singh,
P.K.2011. Effectiveness of Concept
Attainment Model on Mental Process and Science Ability. Journal Recent Research in Science and
Technology. ISSN: 2076-5061.
Singh,dkk.
2008. Educational Techonology
Teaching-Learning.New Delhi : APH Publishing Corporation.
Suardi,Moh.2018.
Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Deepublish.
Suranti.,N.,M.,Y,dkk.2016. Pengaruh
Model Project Based Learning Berbantuan
Media Virtual Terhadap Penguasaan Konsep Peserta didik pada Materi Alat-alat
Optik. Jurnal Pendidikan Fisika dan
Teknologi.Vol.2.No.2. ISSN: 2407-6902.
Taufik,Muhammad,dkk.2010. Desain
Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dalam
Pembelajaran Ipa (Fisika) Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandung. Berkala
Fisika.Vol.13.No.2. ISSN : 1410 – 9662.
Widiastuti.2014.
Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian
Konsep untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII pada Materi Himpunan di
Mts.Nurul Hasanah Pengawu. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika
Taduluko. Vol.2 No. 1.
Yulhendri
dan Syofyan, Rita. 2016. Pendidikan
Ekonomi untuk Sekolah Menengah: perencanaan, strategi, dan materi pembelajaran
edisi pertama. Jakarta: Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar